Selasa, 30 Oktober 2012

Mengintip Tradisi Ziarah Kubra di Bumi Palembang


kompasiana.com


Di Indonesia, suasana berbeda seringkali terjadi pada hari-hari terakhir bulan Sya’ban. Hari-hari tersebut biasanya dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk berziarah, baik menziarahi makam anggota keluarga yang telah mendahului, maupun ke makam ulama dan para wali Allah. Suasana tersebut juga dirasakan di Kota Palembang. Tiap tahun menjelang bulan suci Ramadhan, kota Palembang akan dibanjiri ulama, habaib dan kyai dari penjuru tanah air dan luar negeri yang menyempatkan diri untuk menghadiri Haul dan Ziarah Kubra Ulama dan Auliya Palembang Darussalam, yang biasanya rutin dilaksanakan setiap tahun.

Acara Ziarah Kubra merupakan salah satu tradisi turun temurun, terutama bagi kaum Alawiyyin maupun muhibbin yang bermukim di kota Palembang. Acara ini juga melibatkan keluarga Kesultanan Palembang Darussalam mengingat eratnya hubungan kekeluargaan antara kaum Alawiyyin dengan para sultan di Kesultanan Palembang Darussalam. Salah satu tujuan dilakukan ziarah ini adalah untuk mengenang dan meneladani para ulama yang telah melakukan syiar Iislam di kota Palembang. Kegiatan ini dilaksanakan dengan berjalan kaki, membawa umbul-umbul yang bertuliskan kalimat tauhid, dan juga disemarakkan dengan tetabuhan hajir marawis dan untaian kasidah.
Biasanya, rangkaian pertama dari Ziarah Kubra ini adalah diawali dengan haul Al-Habib Abdullah bin Idrus dan Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-bin Hamir. Haul ini dilaksanakan di perkampungan Alawiyyin Sungai Bayas Kelurahan Kuto Batu Palembang.
Menurut sejarah, perkampungan Sungai Bayas ini sudah ada sejak 300 tahun lalu. Kampung ini merupakan pemukiman awal para ulama dari Hadramaut (Yaman), yang menyebarkan ajaran Islam di Palembang dan daerah lain di Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Kini para keluarga ulama itu menetap di perkampungan di sekitar Sungai Bayas, antara lain Kampung Muaro, 10 Ilir, 13 Ilir, Lawang Kidul, dan Al-Fakhru. Sementara di  seberang ulu, antara lain Kampung As-Seggaf, Al-Kaaf, Al-Munawar, Al-Habsyi, Kenduruan, dan Sungai Lumpur.

Pemakaman Pangeran Syarif Ali
Setelah dari Sungai Bayas, para peziarah melanjutkan perjalanan menuju pemakaman Pangeran Syarif Ali di Kelurahan 5 Ilir (jaraknya sekitar satu kilometer). Al-Habib Pangeran Syarif Ali, dilahirkan di Palembang pada tahun 1795 M, dari seorang ibu yang bernama Syarifah Nur binti Ibrahim bin Zaid bin Yahya. Adapun ayahnya Habib Abubakar dilahirkan di kota Inat, Hadramaut. Habib Abubakar datang ke kota Palembang bersama ayahnya yaitu Habib Sholeh bin Ali sekitar tahun 1755. Setelah itu Habib Sholeh kembali ke Hadramaut dan meninggal di kota Inat.
Al-Habib Pangeran Syarif Ali

Di samping mendapatkan pendidikkan agama dari ayahnya, Syarif Ali juga banyak menimba ilmu agama dari para habib baik dari kota Palembang maupun Hadramaut. Dan memasuki usia dewasa, beliau giat melakukan pelayaran niaga, terutama ke Kalimatan dan Jawa dengan menaiki kapal kayu sederhana (Pinisi). Dari pergaulan yang luas dengan para pembesar kesultanan, Syarif Ali memperoleh pengalaman diplomatik. Pernah suatu ketika Syarif Ali mendapat misi khusus ke Kalimatan untuk keperluan Sultan Husin Dhiauddin. Karena misi tersebut berhasil dengan baik, Sultan menikahkannya dengan salah seorang putrinya yang bernama Laila. Dari perkawinan inilah Syarif Ali diberi gelar Pengeran. Pengeran Syarif Ali wafat pada tanggal 27 Muharram 1295 H/ 1877 M.
Suasana di sekitar pemakaman Pangeran Syarif Ali
Selain makam Habib Pengeran Syarif Ali dan keluarganya, di sini juga dimakamkan Habib Umar bin Alwi bin Syahab yang merupakan ipar dari Pangeran Syarif Ali. Beliau dimakamkan tepat di sebelah makam Pangeran Syarif Ali. Habib Umar adalah seorang ulama yang banyak menyebarkan agama Islam ke pelosok-pelosok terpencil. Beberapa suku adat di Palembang masuk Islam berkat pelantaran beliau, terutama di pesisir Sungai Musi, antara lain daerah Pegayut, Pemulutan, Muara Enim, Lingkis, Ulak Temago, Suko Darmo, bahkan sampai saat ini banyak keturunannya tinggal di daerah Bungin Kiaji yang lebih dikenal dengan Desa Pegayut.
Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep
Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep

Perjalanan kemudian di lanjutkan ke Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep yang terletak di Kelurahan 3 Ilir Boom Baru (sekitar 1,5 kilometer dari pemakaman Pangeran Syarif Ali). Pemakaman ini dibangun pada tahun 1728 M oleh Sultan Mahmud Badaruddin I (1724-1758), yaitu seorang pemimpin yang arif dan bijaksana, serta seorang seorang ulama yang hafal Al-Our’an. Di dalam pemerintahnya, Sultan Mahmud Badaruddin I banyak mengadakan musyawarah terutama dengan para habaib. Ia pun memiliki guru-guru agama dari kalangan habaib. Bahkan hampir semua putrinya dinikahkan dengan habaib.
Adapun Imam Kubur (istilah untuk penasehat agama kesultanan yang biasanya dimakamkan bersebelahan dengan para sultan) dari Sultan Mahmud Badaruddin I yaitu Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdullah bin Idrus Al-Idrus. sedangkan habib lainnya yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep, antara lain adalah Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Husin Al-Idrus (Maula Taqooh) yang merupakan Imam Kubur Sultan Ahmad Najamuddin (1758-1776 M), Al-‘Arif Billah Al-Habib Muhammad bin Ali Al-Haddad (Datuk Murni) yang merupakan Imam Kubur Sultan Mahmud Bahauddin (1776-1803 M), Al’Arif Billah A-Habib Muhammad bin Yusuf Al-Angkawi, Al-‘Arif Billah Al-Habib Agil bin Alwi Al-Madihij (Penghulu Al-Madihij di Palembang), serta  Al-‘Arif billah Muhammad dan Habib Ahmad bin Idrus Al-Habsyi yang merupakan ayah dan kakek dari Habib Nuh Al-Habsyi (Keramat Tanjung Pagar, Singapura). Selain itu di sini juga dimakamkan seorang waliyah bernama Hababah Sidah binti Abdullah bin Agil Al-Madihij. Dikisahkan bahwa ia pernah bertemu dengan Rasululah SAW secara yaqozoh (dalam keadaan sadar) dengan iringan tetambuhan rebana dan aroma harum wewangian, sehingga seluruh perkampungan di sekitar rumahnya pun dapat mendengar suara tabuhan rebana tersebut.
Pemakaman Kambang Koci

Komplek Pemakaman Kambang Koci
Rute para peziarah berakhir di Pemakaman Kambang Koci. Lokasi pemakaman ini bersebelahan dengan Pemakaman Kawah Tengkurep (sekitar 200 meter). Konon, pada tahun 1151 H/ 1735 M, Sultan Mahmud Badaruddin 1 mewakafkan sebidang tanah yang cukup luas untuk pemakaman anak cucu serta menantunya. Tanah pemakaman tersebut dinamakan Kambang Koci, yang berasal dari kata kambang (kolam) dan sekoci (perahu), karena jauh sebelumnya tempat itu merupakan tempat pencucian perahu.

Beberapa penghulu habib yang dimakamkan di sini antara lain :
  • Al-‘Arif Billah Al-Habib Syech bin Ahmad bin Syahab yang merupakan ulama besar pada masanya dan dikarenakan kedekatannya dengan Sultan Mahmud Badaruddin 1, ia dianugerahi tanah yang sangat luas dari daerah Kuto sampai Kenten, yang di antara lain ia wakafkan sebagai tanah pemakaman kaum alawiyyin Palembang serta tanah wakaf Masjid Daarul Muttaqien.
  • Al-‘Arif Billah Al-Habib Ibrahim bin Zein bin Yahya (wafat 1790 M), merupakan seorang ulama besar yang memahami banyak masalah Ilmu Fiqh, beliau adalah menantu Sultan Mahmud Badaruddin I yang beristrikan Raden Ayu Aisyah binti Sultan Mahmud Badaruddin I. Al-‘Arif Billah Al-Habib Alwi bin Ahmad Al-Kaaf yang dikenal sebagai seorang Wali Quthb.
  • Habib Abdullah bin Salim Al-Kaaf yang merupakan seorang ulama besar sekaligus pengusaha sukses. Beliaulah yang mambangun Masjid Sungai Lumpur pada tahun 1287 H yang berlokasi di 11 Ulu Palembang.
  • Habib Abdullah bin Ali Al-Kaaf yang merupakan seorang wali mastur (tersembunyi). Adapun keturunannya yang banyak menjadi orang sholeh dan ulama besar antara lain Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Kaaf (Jeddah) dan Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaaf (Jakarta).
Mengingat banyaknya para wali yang dimakamkan di Pemakaman Kambang Koci serta di beberapa pemakaman lainnya di kota Palembang, maka banyak dari pemuka habaib dari Hadramaut menyebut Kambang Koci sebagai Zanbal (pemakaman para wali di Kota Tarim, Hadhramaut)-nya Palembang. Sementara Kota Palembang sendiri sempat dijuluki  sebagai Hadramaut Tsani alias Hadramaut Kedua, karena banyak para ulama yang menetap dan beranak-pinak di kota ini.

(Dari berbagai sumber)
Read More..

Komplek Pemakaman Sabokingking




Dilalui Kapal Besar, Tempat Pertemuan Wali Serta Raja, Cukup banyak komplek pemakaman raja Palembang. Salah satu yang tertua dan cukup unik, komplek pemakaman Sabokingking, di kawasan I Ilir, Sungai Buah, Kecamatan Ilir Timur (IT) II.

Dari letaknya yang dikelilingi sungai, konon sebelum menjadi areal pemakaman, tempat ini merupakan tempat pertemuan. Para ulama serta raja Palembang. Wajar jika Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Budpar) Palembang menjadikan areal pemakaman Sabokingking menjadi objek wisata. Dari letaknya saja termasuk unik. Kawasan ini dikeliling perairan sungai. Yakni anak sungai Musi, sungai Buah.

Airnya pun hingga kini masih terjaga. Terlihat jernih, berbeda dengan anak-anak sungai Musi lain yang kebanyakan menghitam dan menimbulkan bau tidak sedap akibat sampah buangan masyarakat.

Keterangan juru kunci makam Sabokingking, Zulkifli Madinah, sebelum dinamakan dengan Sabokingking, nama tempat ini Istono Sobo. Yang berarti tempat pertemuan. Mereka yang sering melakukan pertemuan adalah ulama dan para wali.

Nama Istono Sobo berganti menjadi menjadi Sabokingking setelah para raja kerajaan Palembang ikut dalam pertemuan tersebut. Yang cukup mengejutkan, keterangan Ujang, sapaan akrab Zulkifli Madinah, para ulama serta raja itu pergi ke Sabokingking dengan menggunakan kapal-kapal besar.

Dilihat dari keadaan sungai Buah yang mengelilingi areal pemakaman saat ini, sulit dipercaya jika kapal-kapal besar dapat melalui sungai tersebut. Hanya saja, Ujang yang menggantikan ayahnya, Madinah Yahya sebagai juru kunci menyakini, pada abad ke 17, saat tempat tersebut digunakan sebagai tempat pertemuan, sungai Buah masih lebar dan dalam.

Bisa jadi, karena sejak dulu Palembang mendapat julukan Venesia dari Timur karena ratusan anak sungai Musi yang ada. Sehingga, para ulama berasal dari Yaman, Persia termasuk para raja yang istananya kala itu berada di kawasan PT Pusri dapat merapatkan kapal.

“Bukti kongkritnya, di daerah ini ada empat lorong yang dinamakan lorong Kemudi. Karena masyarakat pernah menemukan kemudi kapal besar di sungai,” jelasnya.

Era Ratu Sinuhun, Ciptakan UU Simbur Cahaya

Di dalam serta luar bangunan komplek, terdapat 41 makam. Di dalam, makam utamanya ialah makam Pangeran Ing Kenayan bersama istrinya Ratu Sinuhun serta Habib Muhammad Nuh yang merupakan guru besar dari Yaman dan menjadi penasehat kerajaan.

Makam lain, berada di tingkat bawah para hulubalang serta panglima Abdurahman. Nama yang satu ini, menurut Ujang selain sosok panglima perang juga merupakan ulama besar yang menyebarkan agama Islam di Palembang.

Pangeran Ing Kenayan serta Ratu Sinuhun sendiri berkuasa pada tahun 1622. Dilihat dari silsilah, termpampang di luar makam, antara Pangeran Ing Kenayan serta Ratu Sinuhun berada di satu garis keturunan. Mereka masih keturunan Ki Gede Ing Suro.

Ayah Ki Gede Ing Suro sendiri merupakan Sido Ing Lautan. Seorang bangsawan Jawa yang datang bersama pengikutnya ke Palembang pada abad ke 16. Kemudian ia digantikan oleh putranya yang bernama Ki Gede Ing Suro pada tahun 1552 dan mendirikan Kerajaan Palembang.

Pada masa pemerintahan Ratu Sinuhun sendiri, diyakini sebagai era diciptakanya UU Simbur Cahaya. Bahkan, Ratu Sinuhun inilah dikatakan sebagai pencipta UU tersebut. Yang mengatur masalah adat istiadat di Sumsel.

Berbagai masalah diatur dalam UU ini. Seperti adat bujang gadis dan perkawinan, marga dan aturan kaum, aturan dusun dan berladang, masalah pajak, serta hukuman. Pada masa penjajahan Belanda hingga kini pun, UU Simbur Cahaya masih digunakan.

“Salah satunya contohnya gotong royong. Istilah gotong royong itu berasal dari UU Simbur Cahaya,” ungkap Ujang.

Ratu Sinuhun sendiri kemudian dimakamkan di dekat suaminya, Pangeran Ing Kenayan yang lebih dulu meninggal. Setelah diikuti para pengikutnya.

Hingga kini banyak masyarakat dari berbagai penjuru berdatangan ke pemakaman ini. Untuk berziarah dan berdoa, meminta kepada Allah SWT melalui para ulama ini. Inilah yang menyebabkan masyarakat setempat terlihat banyak berjualan kembang untuk berziarah. Pengunjung lebih banyak pada Maulid Nabi dan bulan Suro.

“Bukan meminta kepada makam. Tapi melalui perantara ulama dan auliya’ ini. Doa itu kan lebih cepat dikabulkan jika melalui perantara orang yang dekat dengan Allah,” tandas Ujang. (wwn)

Written by: Samuji Selasa, 07 Juni 2011 11:25
Read More..

Mengenal Diri dari Serat Asmaralaya


Dalam budaya Jawa banyak serat yang diciptakan oleh nenek moyang kita. Salah satunya adalah Serat Asmaralaya. Jika kita mempelajari serat Asmaralaya tersebut, maka kita akan mengetahui dunung kita pribadi.

Dalam sebuah hadist di ajaran Islam disebutkan “Barangsiapa yang mengetahui dirinya sendiri, maka ia akan tahu Tuhannya”. Nah, kalau Anda ingin mengetahui diri Anda pribadi, tidak ada salahnya belajar pada Serat Asmaralaya. Serat Asmaralaya tersebut antara lain berbunyi :


Ana wiku medhar ananing hyang agung
kang nglimputi dhiri
wayangan nya dumumung neng netranira
bunder nguwung lir sunaring surya nrawung
aran nur muhammad
weneh muwus jatining kang murbeng idhup
yaiku pramana
kang misesa ing sakalir
dumuning neng utyaka guruloka
iya iku tembung arab baitul makmur

Ada Orang Bijak menjelaskan adanya Hyang Agung
Yang menyelimuti diri
Gambarannya ada pada Matamu sendiri
Bentuknya bundar memancarkan sinar surya yang menerawang
Yang dijuluki Nur Muhammad
Memberikan kesejatian dalam hidup
Yaitu pramana
Yang menguasai segalanya
Letaknya ada di guruloka
Yaitu bahasa Arabnya baitul makmur


Tandane kang nyata
aneng gebyaring pangeksi
lwih waspada wruh gumlaring alam donya
mung pramana kang bisa nuntun marang swarga
ana rupa kadya rupanta priyangga
kang akonus saking kamungsangta wus
saplak nora siwah
amung mawa caya putih
yaiku aran mayangga seta

Tandanya yang nyata
Ada dalam gebyar angan-angan
Lebih waspada tahu gumelarnya alam dunia
Hanya pramana yang bisa menuntun ke Surga
Ada bentuk rupa seperti rupa orang
Yang mengaku dari prasangka
Yang tidak berbeda satu dengan lainnya
Hanya lewat cahaya putih
Yang disebut Mayangga Seta


ana cahya seta prapta geng sabda
iya iku nur muhammad kang satuhu
cahya maya maya
jumeneng munggwing unggyaning
tuntung driya anartani triloka
baitul makmur baitul mukharam tetelu
ing baitul muqadas

Ada cahaya putih seperti SabdaNya
Iya itu Nur Muhammad yang sejati
Cahaya maya-maya (samar-samar)
Terletak umpama tingkatan
Dalam indera yang disebut triloka (tiga tempat)
Baitul makmur baitul mukharam ketiga
Di baitul muqadas


sumanar prapteng pangeksi
liyepena katon ponang cahya maya
anarawung warna warna wor dumunung
nuksmeng cahya kang sajati
ingkang padhang gumilang tanpa wayangan
langgeng nguwung angebeki buwana gung
mulih purwanira

Bersinar tanpa henti
Gambarannya tampak mirip cahaya maya
Berbaur warna-warna yang ada
Dengan cahaya yang sejati
Yang terang benderan tanpa halangan
Langgeng memenuhi buwana yang agung
Terhadap dirimu


duk durung tumurun maring
ngarcapada awarna warana raga
cahyanipun gumilang gilang nelawung
tanpa wewayangan
nelahi sesining bumi
gya tumurun dadya manungsa

Ketika belum turun
Ke alam dunia berbentuk raga
Cahayanya penuh gebyar
Tanpa halangan
Memenuhi seisi bumi
Akhirnya segera turun menjadi manusia


marma temtu yen prapta antareng layu
ana cahya prapta
gumilang pindhah angganing
tirta munggwing ron lumbu amaya maya
dyan puniku ciptanen dadya sawujud
lawan sabdanira
kang sinedyan samadyaning
ngen ngenta yekti waluya sampurna
mulya wangsul mring salira numuhun

Tentu saja ketika sudah waktunya
Ada cahaya
Bersinar berpindah warna
Air seperti berbentuk samar-samar
Yaitu cipta yang menjadi satu wujud
Dengan sabda mu sendiri
Yang langsung terjadi
Yang diangan-angankan pasti terjadi sempurna
Mulia kembali pada dirimu sendiri


sabda gaib babar
bali angebaki bumi
tribuwana kebak bangkit megat nyawa

Sabda gaib kembali digelar
Kembali memenuhi bumi
Tribuwana penuh bangkit memisahkan nyawa


Serat asmalaya adalah salah satu serat Jawa yang berbentuk suluk atau piwulang, berisikan ajaran suci berdasarkan ajaran Islam yang dipadukan dengan ajaran kejawen. Lebih dari itu, serat ini adalah hasil pemikiran dan perenungan nenek moyang kita. Serat ini penuh dengan pesan moral yang bernafaskan Islam. Ajaran yang terkandung dalam serat ini erat kaitannya dengan perbuatan dan kelakuan yang merupakan cerminan budi pekerti manusia.

________
Sumber : kawruh-kejawen.blogspot.com
Read More..

Falsafah Jawa, Kejawen dan Islam


http://netlog.wordpress.com
JAWA dan kejawen seolah tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Kejawen bisa jadi merupakan suatu sampul atau kulit luar dari beberapa ajaran yang berkembang di Tanah Jawa, semasa zaman Hinduisme dan Budhisme. Dalam perkembangannya, penyebaran islam di Jawa juga dibungkus oleh ajaran-ajaran terdahulu, bahkan terkadang melibatkan aspek kejawen sebagai jalur penyeranta yang baik bagi penyebarannya. Walisongo memiliki andil besar dalam penyebaran islam di Tanah Jawa. Unsur-unsur dalam islam berusaha ditanamkan dalam budaya-budaya jawa semacam pertunjukan wayang kulit, dendangan lagu-lagu jawa , ular-ular ( putuah yang berupa filsafat), cerita-cerita kuno, hingga upacara-upacara tradisi yang dikembangkan,khususnya di Kerajaan Mataram (Yogya/Solo).

Dalam pertunjukan wayang kulit yang paling dikenal adalah cerita tentang Serat Kalimasada (lembaran yang berisi mantera/sesuatu yang sakral) yang cukup ampuh dalam melawan segala keangkaramurkaan dimuka bumi. Dalam cerita itu dikisahkan bahwa si pembawa serat ini akan menjadi sakti mandraguna. Tidak ada yang tahu apa isi serat ini. Namun diakhir cerita, rahasia dari serat inipun dibeberkan oleh dalang. Isi serat Kalimasada berbunyi "Aku bersaksi tiada Tuhan Selain Allah dan Aku bersaksi Muhammad adalah utusan-Nya" , isi ini tak lain adalah isi dari Kalimat Syahadat.

Dalam pertunjukan wayangpun sang wali selalu mengadakan di halaman masjid, yang disekelilingnya di beri parit melingkar berair jernih. Guna parit ini tak lain adalah untuk melatih para penonton wayang untuk wisuh atau mencuci kaki mereka sebelum masuk masjid. Simbolisasi dari wudu yang disampaikan secara baik.
Dalam perkembangan selanjutnya, sang wali juga menyebarkan lagu-lagu yang bernuansa simbolisasi yang kuat. Yang terkenal karangan dari Sunan Kalijaga adalah lagu Ilir-Ilir. Memang tidak semua syair menyimbolkan suatu ajaran islam, mengingat diperlukannya suatu keindahan dalam mengarang suatu lagu. Sebagian arti yang kini banyak digali dari lagu ini di antaranya :

Tak ijo royo-royo tak senggoh penganten anyar : Ini adalah sebuah diskripsi mengenai para pemuda, yang dilanjutkan dengan,
Cah angon,cah angon, penekna blimbing kuwi, lunyu-lunyu penekna kanggo seba mengko sore : Cah angon adalah simbolisasi dari manusia sebagai Khalifah Fil Ardh, atau pemelihara alam bumi ini (angon bhumi). Penekno blimbing kuwi ,mengibaratkan buah belimbing yang memiliki lima segi membentuk bintang. Kelima segi itu adalah pengerjaan rukun islam (yang lima) dan Salat lima waktu. Sedang lunyu-lunyu penekno , berarti, tidak mudah untuk dapat mengerjakan keduanya (Rukun islam dan salat lima waktu) ,dan memang jalan menuju ke surga tidak mudah dan mulus. Kanggo sebo mengko sore, untuk bekal di hari esok (kehidupan setelah mati).
Mumpung padhang rembulane, mumpung jembar kalangane : Selagi masih banyak waktu selagi muda, dan ketika tenaga masih kuat, maka lakukanlah (untuk beribadah).

Memang masih banyak translasi dari lagu ini, namun substansinya sama, yaitu membumikan agama,menyosialisasikan ibadah dengan tidak lupa tetap menyenangkan kepada pengikutnya yang baru.
Dalam lagu-lagu Jawa, ada gendhing bernama Mijil, Sinom, Maskumambang, kinanthi, asmaradhana,hingga megatruh dan pucung. Ternyata kesemuanya merupakan perjalanan hidup seorang manusia. Ambillah Mijil,yang berarti keluar, dapat diartikan sebagai lahirnya seorang jabang bayi dari rahim ibu. Sinom dapat di artikan sebagai seorang anak muda yang bersemangat untuk belajar. Maskumambang berarti seorang pria dewasa yang cukup umur untuk menikah, sedangkan untuk putrinya dengan gendhingKinanthi. Proses berikutnya adalah pernikahan atau katresnan antar keduanya disimbolkan dengan Asmaradhana. Hingga akhirnya Megatruh, atau dapat dipisah Megat-Ruh.Megat berarti bercerai atau terpisah sedangkan ruh adalah Roh atau jiwa seseorang. Ini proses sakaratul maut seorang manusia. Sebagai umat beragama islam tentu dalam prosesi penguburannya ,badan jenazah harus dikafani dengan kain putih, mungkin inilah yang disimbolkan dengan pucung (atau Pocong).
Kesemua jenis gendhing ditata apik dengan syai-syair yang beragam, sehingga mudah dan selalu pas untuk didendangkan pada masanya.

Ada banyaknya filsafat Jawa yang berusaha diterjemahkan oleh para wali, menunjukkan bahwa walisongo dalam mengajarkan agama selalu dilandasi oleh budaya yang kental. Hal ini sangat dimungkinkan, karena masyarakat Jawa yang menganut budaya tinggi, akan sukar untuk meninggalkan budaya lamanya ke ajaran baru walaupun ajaran tesebut sebenarnya mengajarkan sesuatu yang lebih baik,seperti ajaran agama islam . Sistem politik Aja Nabrak Tembok (tidak menentang arus) diterapkan oleh para sunan..

Dalam budaya jawa sebenarnya sangat sarat dengan filsafat hidup (ular-ular). Ada yang disebut Hasta Brata yang merupakan teori kepemimpinan, berisi mengenai hal-hal yang disimbolisasikan dengan benda atau kondisi alam seperti Surya, Candra, Kartika, Angkasa, Maruta,Samudra,Dahana dan Bhumi.
1. Surya (Matahari) memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan. Pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negaranya.
2. Candra (Bulan) , yang memancarkan sinar ditengah kegelapan malam. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberi semangat kepada rakyatnya ditengah suasana suka ataupun duka.
3. Kartika (Bintang), memancarkan sinar kemilauan, berada ditempat tinggi hingga dapat dijadikan pedoman arah, sehingga seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan bagi untuk berbuat kebaikan
4. Angkasa (Langit), luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya.Prinsip seorang pemimpin hendaknya mempunyai ketulusan batin dan kemampuan mengendalikan diri dalam menampungpendapat rakyatnya yang bermacam-macam.
5. Maruta (Angin), selalu ada dimana-mana tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat da martabatnya.
6. Samudra (Laut/air), betapapun luasnya, permukaannya selalu datar dan bersifat sejuk menyegarkan. Pemimpin hendaknya bersifat kasih sayang terhadap rakyatnya.
7. Dahana (Api), mempunyai kemampuan membakar semua yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran secara tegas tanpa pandang bulu.
8. Bhumi (bumi/tanah), bersifat kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada yang merawatnya. Pemimpin hendaknya bermurah hati (melayani) pada rakyatnya untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya.

Dalam teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai , agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam menjalankan aktifitasnya seperti falsafah : Aja gumunan, aja kagetan lan aja dumeh. Maksudnya, sebagai pemimpin janganlah terlalu terheran-heran (gumun) terhadap sesuatu yang baru (walau sebenarnya amat sangat heran), tidak menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu menjadi seorang pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap dan emosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin.

Falsafah sebagai seorang anak buahpun juga ada dalam ajaran Jawa, ini terbentuk agar seorang bawahan dapat kooperatif dengan pimpinan dan tidak mengandalakan egoisme kepribadian, terlebih untuk mempermalukan atasan, seperti digambarkan dengan, Kena cepet ning aja ndhisiki, kena pinter ning aja ngguroni,kena takon ning aja ngrusuhi. Maksudnya, boleh cepat tapi jangan mendahului (sang pimpinan) , boleh pintar tapi jangan menggurui (pimpinan), boleh bertanya tapi jangan menyudutkan pimpinan. Intinya seorang anak buah jangan bertindak yang memalukan pimpinan, walau dia mungkin lebih mampu dari sang pimpinan. Sama sekali falsafah ini tidak untuk menghambat karir seseorang dalam bekerja, tapi, inilah kode etik atau norma yang harus di pahami oleh tiap anak buah atau seorang warga negara, demi menjaga citra pimpinan yang berarti citra perusahaan dan bangsa pada umumnya. Penyampaian pendapat tidak harus dengan memalukan,menggurui dan mendemonstrasi (ngrusuhi) pimpinan, namun pasti ada cara diluar itu yang lebih baik. Toh jika kita baik ,tanpa harus mendemonstrasikan secara vulgar kebaikan kita, orang pun akan menilai baik.

Dalam kehidupan umum pun ada falsafah yang menjelaskan tentang The Right Man on the Right Place (Orang yang baik adalah orang yang mengerti tempatnya). Di falsafah jawa istilah itu diucapakan dengan Ajining diri saka pucuke Lathi, Ajining raga saka busana. Artinya harga diri seseorang tergantung dari ucapannya dan sebaiknya seseorang dapat menempatkan diri sesuai dengan busananya (situasinya). Sehingga tak heran jika seorang yang karena ucapan dan pandai menempatkan dirinya akan dihargai oleh orang lain. Tidak mengintervensi dan memasuki dunia yang bukan dunianya ini ,sebenarnya mengajarkan suatu sikap yang dinamakan profesionalisme, yang mungkin agak jarang dapat kita jumpai (lagi). Sebagai contoh tidak ada bedanya seorang mahasiswa yang pergi ke kampus dengan yang pergi ke mal , dan itu baru dilihat dari segi busana/bajunya , yang tentu saja baju akan sangat mempengaruhi tingkah laku dan psikologi seseorang.

Masih banyak filsafat Jawa yang mungkin, tidak dapat diuraikan satu persatu, terlebih keinginan saya bukan untuk banyak membahas hal ini, mengingat ini bukan bidang saya, namun kami hanya ingin memberikan suatu wacana umum kepada pembaca, bahwa, banyak sekali ilmu yang dapat kita gali dari budaya (Jawa) kita saja, sebelum kita menggali budaya luar terlebih hanya meniru (budaya luar)-nya saja.

_________
Read More..

Pahamilah Sifat Nerimo Dari Wulangreh


Dalam menghadapi hidup perlu ketulusan. Ya, memang hidup ini penuh dengan masalah. Tetapi seberat apapun masalah itu, kita perlu ketulusan untuk menghadapinya. Ketulusan itulah yang diajarkan pada kita lewat Serat Wulangreh Pupuh Mijil.

Serat Wulangreh adalah karya Jawa Klasik berbentuk puisi tembang macapat, yang ditulis oleh Susuhunan Paku Buwono IV tahun (1768-1920).

Di serat itulah kita diajari bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan. Setiap manusia ini diberi kodrat hidup di dunia ini sebagai seorang ksatria. Yang dimaksud Ksatria adalah seseorang yang harus berani menghadapi hidup meskipun berat ataupun ringan, walaupun dijaman keemasan atau jaman resesi ekonomi. Kita semua sebagai ksatria wajib untuk menjalani kodrat hidup yang sudah digariskan GUSTI ALLAH hingga akhir cerita kehidupan dan kembali kepadaNYA.

Seperti dalam bait 1 Serat Wulangreh Pupuh Mijil tersebut yang berbunyi :

1. Pomo kaki padha dipun eling
ing pitutur ingong
sira uga satriya arane
kudu anteng jatmika ing budi
luruh sarta wasis
samubarang tanduk

(Oleh karena itu saudara, harap diingat
tentang pitutur luhur
Kamu juga disebut Ksatria
Harus tenang dalam budi
lurus dan memahami
semua tindak-tanduk)

Apa saja tugas dari Ksatria? Hal itu dilanjutkan pada bait ke-2.

2. Dipun nedya prawira ing batin
nanging aja katon
sasona yen durung masane
kekendelan aja wani manikis
wiweka ing batin
den samar ing semu

(Carilah Keperwiraan dalam batin
Tapi jangan sampai kelihatan
Kalaupun jika belum masanya
Diamlah jangan berani berucap
Simpanlah dalam batin
jangan salah dalam semu)

Dilanjutkan dengan nerimo terhadap pemberian dari GUSTI ALLAH lewat bait ke 3.

3. Lan dimantep mring panggawe becik
lawan wekas ingong
aja kurang iya panrimane
yen wis tinitah marang Hyang Widhi
ing badan punika
wus pepancenipun

(Mantaplah dalam berbuat kebaikan
dan juga pesan dari leluhur
janganlah kurang dalam menerima
kalau sudah digariskan oleh Hyang Widhi
dalam tubuh ini
itu sudah kenyataannya)

Orang berlaku nerimo itu digolongkan dalam 2 kategori. Apa saja itu? Bisa kita simak dari Bait ke 4.

4. Ana wong narima ya titahing mapan dadi awon
lan ana wong narima titahe wekasane iku dadi becik
kawruhana ugi aja seling surup.

(Ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya menjadi buruk
dan ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya jadi baik
ketahuilah itu juga, jangan sampai salah)

Bagaimana kriteria dua kategori nerimo itu? Kita lanjutkan dengan jawabannya pada bait ke-5, 6 dan 7.

5. Yen wong bodho datan nedya ugi
atakon tetiron
anarima titah ing bodhone
iku wong narima nora becik
dene ingkang becik
wong narima iku

(Kalau orang bodoh tidak mencari dan juga
tidak bertanya
nerimo titah kebodohannya
itu berarti orang yang nerimo tidak baik
sedangkan yang baik
orang nerimo itu

6. Kaya upamane wong angabdi
marang sing Sang Katong
lawas-lawas ketekan sedyane
dadi mantri utawa bupati
miwah saliyaneng
ing tyas kang panuju

(Seperti misalnya orang yang mengabdi
terhadap yang Sang Katong (GUSTI ALLAH)
lama sekali permintaannya terwujud
jadi mantri atau bupati
terhadap yang selain
keinginan yang dituju

7. Nuli narima tyasing batin
tan mengeng ing Katong
rumasa ing kani matane
sihing gusti tumeking nak rabi
wong narima becik kang mangkono iku

(Lalu nerimo keinginan bathin
dan tidak mencaci terhadap Katong (GUSTI ALLAH)
merasakan kenikmatannya
kasih Gusti terhadap anak dan istri
itulah orang yang nerimo baik

Itulah kriteria dari 2 kategori nerimo buruk dan baik. Tetapi serat tersebut juga mengingatkan di bait ke-8,9 dan 10.

8. Nanging arang iya wong saiki
kang kaya mangkono
Kang wus kaprah iyo salawase
yen wis ana lungguhe sathithik
apan nuli lali
ing wiwitanipun

(Tetapi jarang orang sekarang
yang seperti itu
yang sudah salah kaprah itu selamanya
yang sudah ada pengetahuan sedikit
lalu kemudian lupa
terhadap awalnya)

9. Pangrasane duweke pribadi
sabarang kang kanggo
datan eling ing mula mulane
witing sugih sangkane amukti
panrimaning ati
kaya anggone nemu

(Dalam rasa yang ada hanya miliknya pribadi
semua yang dipakai
tidak diingat darimana awalnya
kalau kaya disangkanya kejayaaan
dari nerimo ati
sepeti menemukan sesuatu)

10. Tan ngrasa kamurahaning Widdhi
jalaran Sang Katong
jaman mengko ya iku mulane
arane turun wong tuwa tekweng
kardi tyase Sariah
kasusu ing angkuh

(Tidak merasa kemurahan Widdhi
karena Sang Katong (GUSTI ALLAH)
Jaman mendatang ya itu mulanya
disebut sudah turun menjadi orang tua
tetapi masih syariat
terburu-buru dalam keangkuhannya).

Begitulah dari 10 bait yang ada di Wulangreh pupuh Mijil itu. Jadi, bisa disimpulkan kalau kita berbicara nerimo ing pandum (menerima yang telah diberikan) GUSTI ALLAH, kita masuk dalam kategori yang baik atau yang buruk? Hanya kita pribadi yang bisa mengetahuinya.

Sumber : http://kawruh-kejawen.blogspot.com/
 
Read More..

Minggu, 28 Oktober 2012

Maqam Sheikh Maulana Syarif Hidayatullah Al-Idrus (Khatib Dayan)

khatib-dayan.jpg Makam khatib dayan bersebelahan dengan makam sultan suriansyah. Di balik Hikayat Banjar, ada figur dari Demak yang memberi warna keislaman di daerah ini. Khatib Dayan, namanya. Boleh dibilang, Khatib yang dikirim secara khusus sebagai utusan dari kerajaan Demak ini yang menjadi penatagama (penghulu) pertama di Tanah Banjar. Siapa Khatib Dayan? Menurut Arthum Artha, wartawan yang juga penulis buku tentang budaya dan sejarah Banjar, Khatib Dayan adalah Sayyid Abdurrahman. Menurut orang Jawa dan babad Banjar, kata dia, ditulis Ngabdulrahman Penatagama. Abdurrahman, sangat setia kepada Sultan Suriansyah. Dialah yang selalu mendampingi raja. Sedang menurut Amir Hasan Kiai Bondan (Suluh Sedjarah Kalimantan, 1957), pemuka Banjar lainnya yang berperan dalam syiar Islam adalah Haji Batu. Haji Batu (Syekh Abdul Malik) menjadi pembantu Khatib Dayan dalam mengislamkan penduduk dalam lingkungan kerajaan. Menurut versi Kuin, Khatib Dayan merupakan keturunan dari Sunan Gunung Jati. Pendiri keraton Cirebon ini aslinya bernama Syarif Hidayatullah. Sunan Gunung Jati, yang dikenal sebagai salah satu Wali Songo yang bertugas di Cirebon merupakan keturunan dari waliyullah Muhammad Shahib Mirbath. Muhammmad Shahib Mirbath adalah keturunan generasi ke-16 dari Nabi Muhammad SAW. Silsilah Syarif Hidayatullah (keturunan ke-24) tersambung dari orangtuanya Abdullah bin Ali Nurul Alam bin Jamaluddin Husin bin Ahmad Jalaluddin bin Abdullah Khan bin Abdul Malik bin Alwi Umul Faqih bin Muhammad Shahib Mirbath. Sunan Gunung Jati, memiliki putra bernama Sultan Hasanudin (Sultan Banten I). Khatib Dayyan, menurut sumber Kuin, merupakan buyut dari Sultan Hasanudin. Ayah dari Khatib Dayan adalah Sultan Maulana Ahmad (Cirebon) bin Sultan Yusuf (Cirebon) bin Sultan Hasanudin. “Khatib Dayan kawin dengan seorang anak Sultan Suriansyah. Dari perkawinan itu lahir Khatib Hamid yang tinggal di Kuin Utara,” ujar Syarif, warga Kuin sambil membuka silsilah keluarganya. Khatib Hamid menurunkan anak cucu yang juga berprofesi sebagai Khatib. Putranya yang bernama Khatib Muhidin memiliki anak yang juga meneruskan jabatan sebagai Khatib yakni Jamain.
Sumber : http://azmirza.heck.in/





Read More..

Masjid-masjid Tua dan Bersejarah di Kalimantan Selatan


1. Mesjid Agung Al-Karomah
  Masjid Agung Al Karomah adalah masjid besar yang terletak di Kota Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan dan merupakan salah satu masjid terbesar di Kalimantan Selatan. Masjid ini juga merupakan markah tanah dari Kota Martapura karena mudah diakses dari seluruh kota di Kalimantan Selatan karena terletak di Jl. Ahmad Yani yang merupakan jalan utama (jalan nasional) antar kota, terutama dari Kalsel ke Kaltim. 
al karomah 1920

Sejarah
  Sebagai pusat Kerajaan Banjar, Martapura tercatat menjadi saksi 12 sultan yang memerintah. Pada waktu itu Mesjid berfungsi sebagai tempat peribadatan, dakwah Islamiyah, integrasi umat Islam dan markas atau benteng pertahanan para pejuang dalam menantang Belanda. Akibat pembakaran Kampung Pasayangan dan Masjid Martapura, muncul keinginan membangun Masjid yang lebih besar. Tahun 1280 Hijriyah atau 1863 Masehi, pembangunan masjid pun dimulai.
   Masjid Agung Al Karomah, dulu namanya adalah Masjid Jami’ Martapura, yang didirikan oleh panitia pembangunan masjid yaitu HM. Nasir, HM. Taher (Datu Kaya), HM. Apip (Datu Landak). Kepanitiaan ini didukung oleh Raden Tumenggung Kesuma Yuda dan Mufti HM Noor.
   Menurut riwayatnya, Datuk Landak dipercaya untuk mencari kayu Ulin sebagai sokoguru masjid, ke daerah Barito, Kalimantan Tengah. Setelah tiang ulin berada di lokasi bangunan Masjid lalu disepakati.
  Tepat 10 Rajab 1315 H (5 Desember 1897 M) dimulailah pembangunan masjid jami’ tersebut. Secara teknis bangunan masjid tersebut adalah bangunan dengan struktur utama dari kayu ulin dengan atap sirap, dinding dan lantai papan kayu ulin. Seiring dengan perubahan masa dari waktu ke waktu masjid tersebut selalu di renovasi, tapi struktur utama tidak berubah.
  Malam Senin 12 Rabiul Awal 1415 H dalam perayaan hari kelahiran Nabi Besar Muhammad SAW, Masjid Jami’ Martapura diresmikan menjadi Masjid Agung Al Karomah. Saat ini Masjid Agung Al Karomah berdiri megah dengan konstruksi beton dan rangka atapnya terbuat dari baja stainless, yang terangkai dalam struktur space frame. Untuk kubahnya dilapisi dengan bahan enamel.
  Di dalam masjid, sampai saat ini masih dapat ditemukan dan dilihat struktur utama Masjid Jami Martapura yang tidak dibongkar, sehingga dapat dilihat sebagai bukti sejarah mulai berdirinya masjid tersebut. 

Aristektur
  Dilihat dari segi arsitekturnya, bentuk Masjid Agung Al Karomah Martapura mengikuti Masjid Demak Buatan Sunan Kalijaga. Miniaturnya dibawa utusan Desa Dalam Pagar dan ukurannya sangat rapi serta mudah disesuaikan dengan bangunan sebenarnya sebab telah memakai skala.
   Sampai saat ini bentuk bangunan Masjid menurut K.H. Halilul Rahman, Sekretaris Umum di kepengurusan Masjid sudah tiga kali rehab. Dengan mengikuti bentuk bangunan modern dan Eropa, sekarang Masjid Agung Al Karomah Martapura terlihat lebih megah.
   Meski bergaya modern, empat tiang Ulin yang menjadi Saka Guru peninggalan bangunan pertama Masjid masih tegak di tengah. Tiang ini dikelilingi puluhan tiang beton yang menyebar di dalam Masjid
  Arsitektur Masjid Agung Al Karomah Martapura yang menelan biaya Rp27 miliar pada rehab terakhir sekitar tahun 2004, banyak mengadopsi bentuk Timur Tengah. Seperti atap kubah bawang dan ornamen gaya Belanda. Semula atap Masjid berbentuk kerucut dengan konstruksi beratap tumpang, bergaya Masjid tradisional Banjar. Setelah beberapa kali rehab akhirnya berubah menjadi bentuk kubah.
   Bila arsitektur bangunan banyak berubah, namun mimbar tempat khatib berkhutbah yang berumur lebih satu abad sampai sekarang berfungsi. Mimbar berukiran untaian kembang dan berbentuk panggung dilengkapi tangga sampai sekarang masih berfungsi dan diarsiteki H.M Musyafa.
   Pola ruang pada Masjid Agung Al Karomah juga mengadopsi pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Karena mengalami perluasan arsitektur Masjid Agung Demak hanya tersisa dari empat tiang ulin atau disebut juga tiang guru empat dari bangunan lama.
   Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella atau ruang keramat. Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab. Sejarahnya tiang guru empat menggunakan tali alias seradang yang ditarik beramai-ramai oleh Datuk Landak bersama masyarakat. Atas izin Allah SWT tiang Guru Empat didirikan. Masjid pertama kali dibangun berukuran 37,5 meter x 37,5 meter.

2. Masjid Ba'angkat
    Masjid Su’ada atau lebih dikenal dengan nama Masjid Ba'angkat didirikan oleh Al Allamah Syekh H. Abbas dan Al Allamah Syekh H.M. Said bin Al Allamah Syekh H. Sa’dudin pada tanggal 28 Zulhijjah 1328 Hijriyah bersamaan dengan tahun 1908 Masehi yang terletak di desa Wasah Hilir, Simpur, Hulu Sungai Selatan yang jaraknya ± 7 km dari kota Kandangan, ibukota kabupaten Hulu Sungai Selatan. Masjid ini didirikan di atas tanah wakaf milik Mirun bin Udin dan Asmail bin Abdullah seluas 1.047,25 m². 

Aristektur
   Bentuk bangunan induk masjid su’ada yakni persegi empat, bertingkat tiga, mempunyai loteng menutup gawang/puncah dan petala/petaka yang megah. Semua itu memunyai makna tertentu sebagai berikut:
- Tingkat pertama mengandung makna Syariat
- Tingkat kedua mengandung makna Thariqat
- Tingkat ketiga mengandung makna Hakikat
- Loteng mengandung makna Ma’rifat
  Petala/petaka yang megah berkilauan yang dihiasi oleh cabang-cabang yang sedang berbunga dan berbuah melambangkan kesempurnaan Ma’rifat.
3. Masjid Keramat Banua Halat
   Masjid Al-Mukarromah atau yang lebih dikenal dengan nama Masjid Keramat Banua Halat adalah masjid tua yang berada di desa Banua Halat Kiri, Tapin Utara, Tapin, Kalsel. Masjid ini berjarak sekitar 120 km dari ibukota provinsi Kalimantan Selatan. Diceritakan bahwa ketika agama Islam masuk ke daerah ini, maka terjadilah pemisahan antara penduduk yang menganut agama Islam dengan penduduk yang masih menganut kepercayaan nenek moyang. Sejak itulah kampung mereka disebut Banua Halat, artinya “kampung pembatas”, yaitu pembatas antara penduduk yang menganut agama Islam dengan yang menganut kepercayaan lama. Sisa-sisa budaya dari kelompok ini, yang menunjukkan bahwa mereka pada mulanya merupakan kesatuan komunitas dapat ditelusuri dari peralatan upacara Baayun Maulid (lazim disebut Baayun Mulud) yang diselenggarakan di Masjid Banua Halat bersamaan dengan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, tanggal 12 Rabiul Awal. Tradisi mengayun anak yang merupakan perpaduan unsur kepercayaan lama dengan Islam ini tidak hanya dijalani oleh bayi dan anak-anak, namun juga orang-orang tua.

Sejarah
  Tidak diketahui pasti kapan masjid ini dibangun. Menurut sejarah, masjid yang dikeramatkan tersebut dibangun H. Syafrullah atau yang dikenal orang terdahulu sebagai Datu Ujung (dalam versi lain ada yang juga menyebutkan kalau masjid ini didirikan oleh Haji Mungani Salingnata pada tahun 1840). Datu Ujung ini memiliki kehebatan yang masih dikenal sampai sekarang, yaitu tiang miring. Tiang ini menjadi salah satu tiang utama di masjid tersebut.
   Sebagai tokoh masyarakat yang dikenal, Datu Ujung bersama masyarakat membangun masjid keramat untuk tempat ibadah masyarakat sekitar. Saat pembangunan masjid tersebut tiang-tiang masjid dicari Datu Ujung ke Desa Batung, Kecamatan Piani. Menurut sejarah pula, tiang-tiang itu hanya ditendang Datu Ujung dengan kesaktiannya hingga bisa dihanyutkan ke sungai dan sampai di depan Masjid Keramat yang berada di pinggiran Sungai Tapin.
   Setelah masjid selesai, warga mengadakan selamatan. Saat selamatan itu ternyata ikan untuk di makan warga kurang, lalu Datu Ujung berpesan kepada warga untuk jangan makan dahulu sebelum ia datang karena Datu Ujung akan mengambil ikan di Negara, Hulu Sungai Selatan. Warga pun tidak percaya, mengingat jarak antara Banua Halat dengan Negara sangat jauh, mustahil kalau harus menunggu Datu Ujung kembali dalam waktu singkat. Walhasil warga pun makan duluan, saat itulah Datu Ujung muncul dengan membawa banyak ikan.
   Melihat warga yang tidak mengindahkan pesannya tersebut, membuat Datu Ujung jadi marah hingga dia menghentakkan kakinya ke tanah hingga menimbulkan bekas tanah yang miring. Hingga sekarang, bekas pijakan tanah tersebut yang berada di di bagian pojok kanan masjid masih membekas.
  Di salah satu tiang masjid, terdapat sebuah tiang yang mengeluarkan minyak. Tidak diketahui pasti kapan minyak itu keluar dan sebabnya.
  Masjid ini pernah dibakar oleh Belanda. Pada saat terbakar, hampir seluruh material bangunan masjid yang berada di tepian sungai itu ludes. Yang tersisa hanya satu tiang utama yang kini terus mengeluarkan minyak itu. Kemudian, pada tahun 1862 Masjid Al-Mukarromah dibangun kembali.
4. Masjid Pusaka Banua Lawas
   Masjid Pusaka Banua Lawas adalah sebuah masjid tua yang terletak di kecamatan Banua Lawas, Kabupaten Tabalong, Kalimantan Selatan. Masjid ini juga sering disebut Masjid Pusaka Pasar Arba karena pada hari rabu (arba), jumlah para pengunjung/peziarah lebih banyak dari hari-hari yang lain.
   Di masjid tertua di Kabupaten Tabalong yang "dikeramatkan" itu, selain menjadi tempat ibadah, juga menjadi tonggak atau bukti sejarah diterimanya Islam bagi suku Dayak di Tabalong.
   Masjid ini ramai dikunjungi atau diziarahi umat Islam, termasuk dari Kaltim. Di Masjid Pusaka ini, selain masih tersimpan beduk asli dan petaka sepanjang 110 cm. Keberadaannya sejak masjid dibangun tahun 1625 masehi yang diprakarsai Khatib Dayan dan saudaranya Sultan Abdurrahman (dari Kesultanan Banjar yang berpusat di Kuin). Khatib Dayan dibantu tokoh-tokoh masyarakat Dayak, juga Datu Ranggana, Datu Kartamina, Datu Saripanji, Langlang Buana, Taruntung Manau, Timba Sagara, Layar Sampit, Pambalah Batung dan Garuntung Waluh.

Peninggalan
   Di teras depan Masjid Pusaka, ada dua tajau (guci tempat penampungan air yang dulunya digunakan suku Dayak untuk memandikan anak yang baru lahir). Kendati diterpa atau disengat matahari, namun dua tajau yang usianya mencapai 400 tahun itu tak berubah warnanya.
  Di samping masjid terdapat pekuburan warga setempat sejak dahulu dan salah satu yang mencolok adalah bangunan (kubah) yang merupakan makam pejuang Banjar bernama Penghulu Rasyid.

5. Masjid Sultan Suriansyah
 Masjid Sultan Suriansyah atau Masjid Kuin adalah sebuah masjid bersejarah yang merupakan masjid tertua di Kalimantan Selatan. Masjid ini dibangun di masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), raja Banjar pertama yang memeluk agama Islam.Masjid Kuin merupakan salah satu dari tiga masjid tertua yang ada di kota Banjarmasin pada masa Mufti Jamaluddin (Mufti Banjarmasin), masjid yang lainnya adalah Masjid Besar (Masjid Jami) dan Masjid Basirih.Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, kawasan yang dikenal sebagai Banjar Lama merupakan situs ibukota Kesultanan Banjar yang pertama kali. Masjid ini letaknya berdekatan dengan komplek makam Sultan Suriansyah dan di seberangnya terdapat sungai kuin.
   Kekunoan masjid ini dapat dilihat pada 2 buah inskripsi yang tertulis pada bidang berbentuk segi delapan berukuran 50 cm x 50 cm yakni pada dua daun pintu Lawang Agung. Pada daun pintu sebelah kanan terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi : " Ba'da hijratun Nabi Shalallahu 'alahihi wassalam sunnah 1159 pada Tahun Wawu ngaran Sultan Tamjidillah Kerajaan dalam Negeri Banjar dalam tanah tinggalan Yang mulia." Sedangkan pada daun pintu sebelah kiri terdapat 5 baris inskripsi Arab-Melayu berbunyi: "Kiai Damang Astungkara mendirikan wakaf Lawang Agung Masjid di Nagri Banjar Darussalam pada hari Isnain pada sapuluh hari bulan Sya'ban tatkala itu (tidak terbaca)" . Kedua inskripsi ini menunjukkan pada hari Senin tanghgal 10 Sya'ban 1159 telah berlangsung pembuatan Lawang Agung (renovasi masjid) oleh Kiai Demang Astungkara pada masa pemerintahan Sultan Tamjidillah I (1734-1759).
   Pada mimbar yang terbuat dari kayu ulin terdapat pelengkung mimbar dengan kaligrafi berbunyi "Allah Muhammadarasulullah". Pada bagian kanan atas terdapat tulisan "Krono Legi : Hijrah 1296 bulan Rajab hari Selasa tanggal 17", sedang pada bagian kiri terdapat tulisan : "Allah subhanu wal hamdi al-Haj Muhammad Ali al-Najri".

Arsitektur   
   Bentuk arsitektur dengan konstruksi panggung dan beratap tumpang, merupakan masjid bergaya tradisional Banjar. Masjid bergaya tradisional Banjar pada bagian mihrabnya memiliki atap sendiri terpisah dengan bangunan induk. Masjid ini didirikan di tepi sungai Kuin.
   Pola ruang pada Masjid Sultan Suriansyah merupakan pola ruang dari arsitektur Masjid Agung Demak yang dibawa bersamaan dengan masuknya agama Islam ke daerah ini oleh Khatib Dayan. Arsitektur mesjid Agung Demak sendiri dipengaruhi oleh arsitektur Jawa Kuno pada masa kerajaan Hindu. Identifikasi pengaruh arsitektur tersebut tampil pada tiga aspek pokok dari arsitektur Jawa Hindu yang dipenuhi oleh masjid tersebut. 
    Tiga aspek tersebut : atap meru, ruang keramat (cella) dan tiang guru yang melingkupi ruang cella. Meru merupakan ciri khas atap bangunan suci di Jawa dan Bali. Bentuk atap yang bertingkat dan mengecil ke atas merupakan lambang vertikalitas dan orientasi kekuasaan ke atas. Bangunan yang dianggap paling suci dan dan penting memiliki tingkat atap paling banyak dan paling tinggi. Ciri atap meru tampak pada Masjid Sultan Suriansyah yang memiliki atap bertingkat sebagai bangunan terpenting di daerah tersebut. Bentuk atap yang besar dan dominan, memberikan kesan ruang dibawahnya merupakan ruang suci (keramat) yang biasa disebut cella. Tiang guru adalah tiang-tiang yang melingkupi ruang cella (ruang keramat). Ruang cella yang dilingkupi tiang-tiang guru terdapat di depan ruang mihrab, yang berarti secara kosmologi cella lebih penting dari mihrab.

6. Masjid Jami Tuhfaturroghibin (Mesjid Kanas)
  Masjid Jami' Tuhfaturroghibin atau lebih populer dengan nama Masjid Kanas adalah sebuah masjid bersejarah yang berlokasi di kawasan Alalak Tengah, Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Masjid menjadi khas karena terdapat hiasan buah nenas. Lantaran berarsitektur Timur Tengah campur Banjar, sekilas masjid ini mirip Masjid Jami Sungai Jingah. Masjid ini menjadi simbol kebanggaan warga Alalak, warga yang dikenal asli Banjar.
 
Sejarah
   Masjid ini dibangun pada 11 Muharram 1357 Hijriyah, sejarah salah satu masjid kuno ini tak lepas dari jasa seorang ulama Alalak, H. Marwan bin H.M. Amin. H. Marwan dikenal sebagai ulama sufi dan konon merupakan keturunan ke-4 Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari atau Datuk Kelampayan. Atas jasa H. Marwan, konon masjid yang hingga sekarang masih mempertahankan keaslian empat soko gurunya tersebut berdiri kokoh.
   Awalnya, masjid ini tidak berlokasi di Alalak Tengah. Dulu, sebelum dibangun, Masjid Kanas sempat didirikan di Desa Tatah Masjid, Alalak, Barito Kuala. Dari sinilah nama Masjid Kanas diabadikan. Karena jumlah jamaah terus bertambah dan akses menuju kampung dianggap sulit, akhirnya seluruh tokoh dan masyarakat Alalak, kala itu, menyekapati memindahkan masjid dari desa Tatah Masjid ke Alalak Tengah.
   Lokasi yang dipilih tepat di berada pertigaan arus sungai, arah Marabahan, Kapuas dan Muara Kuin (Barito). Di atas eks kuburan muslim dan waqaf, Masjid Kanas dibangun gotong royong. Diceritakan, saat pemancangan tiang utama masjid inilah yang membikin decak kagum warga Alalak. Pasalnya, kayu ulin yang begitu besar dan panjang bisa didirikan hanya dengan dua bilah bambu.
   Untuk mendapatkan kayu ulin, panitia mencarinya di hutan pedalaman Kalimantan dan diangkut sampan. Karena letak masjid berada di daratan, maka untuk memudahkan pengangkutan, warga membuat sungai kerokan, sebagai landasan mengangkut kayu besar itu.
   Alhasil, di Saka Dengen (sebutan warga untuk anak sungai) perbatasan RT 14 dan 15, Kelurahan Alalak Tengah, dibuat terusan menuju masjid. Dengan sungai kecil itu, kayu ulinnya bisa diangkat ke darat dan langsung didirikan.
  Saat pendirian kayu ulin, hampir semalam suntuk H. Marwan melakukan "tawaf", berkeliling masjid. Dengan ritual khusus, dan dibantu alat takal dan bambu, ulin sebagai soko guru pun bisa didirikan tegak. Dan proses pembangunan masjid pun dimulai.
   Sejak berdiri, Masjid Kanas sudah berganti 11 kaum (penjaga masjid) dan badan pengelola. Di saat masjid dikelola K.H. Jahri Simin dan Abdul Malik Marwan, rehabilitas dan renovasi terus digenjot. Dan, atas bantuan pengusaha Alalak yang sukses di Surabaya, bahan material bangunannya tak pernah putus.
   Seriring itu, bagian bangunan banyak berubah. Meski begitu, mimbar berukir, tiang utama dan simbol Kanas tetap dipertahankan. Ini dilakukan agar kekhasan masjid tetap terjaga. Dan, perubahan nama Masjid Kanas menjadi Masjid Jami Tuhfaturroghibin adalah mengutip nama kitab karangan Datuk Kalampayan sekitar awal tahun 1980-an.

Arsitektur
   Masjid Kanas terbilang unik. Kubahnya dibuat bulat dan terlihat berundak-undak. Tiang utama terbuat dari kayu ulin berdiameter 40 x 40 meter.
   Bila ditilik dari sejarahnya peletakan Buah Kanas di puncak Masjid (songkol) belum ada. Pada masa itu dipuncaknya dipasang Bintang Bulan. Namun karena suatu hal (ditiup angin kencang), songkol masjid tersebut patah dan jatuh. Sehingga sebagai gantinya dipasanglah Tajau Belanga sumbangan dari H. Jumain yang dipasang terbalik. Setelah itu, ternyata dinilai tidak artistik, sehingga akhirnya disepakati dibuat daun Nenas yang terbuat dari seng tebal dan dipasang menyerupai daun Nanas (Buah Kanas).
   Di masa pendudukan Jepang, Masjid Kanas konon termasuk tertua keempat, setelah Masjid Sultan Suriansyah, Masjid Agung Al-Karomah Martapura dan Masjid Jami Sei Jingah. Pada awalnya, kubah masjid tidak berbentuk bundaran. Bentuknya limas lancip (tahun 1934). Setelah diadakan perubahan desain pada tahun 1972, akhirnya bentuk Masjid Kanas diidentikkan dengan Masjid Jami Sungai Jingah. Hal tersebut dilakuan (perubahan terakhir) pada tahun 1980 hingga sekarang.
   Nama "Tuhfaturroghibin" pun sebagai nama resmi masjid ini diambil dari judul sebuah buku karangan ulama besar Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari, usulan dari KH. Muhammad Jahri Simin. Pemberian nama ini, dilakukan pada masa kepengurusan Guru H. Abdul Malik Marwan (Tahun 1980). Nama ini dipilih, setelah diberikan beberapa alternatif nama yang diusulkan. Penentuan dan pemilihan nama dilakukan secara musyawarah mufakat.
7. Masjid Jami Banjarmasin
   Masjid Jami' Banjarmasin atau dikenal juga sebagai Masjid Jami' Sungai Jingah adalah sebuah masjid bersejarah di kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Mesjid berarsitektur joglo yang dibuat dengan bahan dasar kayu besi (ulin) ini dibangun di tahun 1777. Walaupun termasuk di lingkungan Kelurahan Antasan Kecil Timur, masjid yang seluruh konstruksi bangunan didominasi kayu ulin ini lebih identik dikenal Masjid Jami Sungai Jingah.
   Lokasi awal pembangunan masjid ialah di tepi Sungai Martapura, setelah masjid ini dipindahkan sekarang berada di Jalan Masjid kelurahan Antasan Kecil Timur, Kota Banjarmasin pada tahun 1934.

Sejarah
   Konon ceritanya di masa itu masyarakat Banjar kesulitan beribadah karena tidak ada mesjid yang cukup besar untuk menampung orang banyak. Pemerintah kolonial Belanda yang kehadirannya tidak disukai oleh masyarakat Banjar berusaha menggunakan kesempatan itu untuk mengambil hati orang Banjar. Mereka berniat menyumbangkan uang hasil pajak untuk pembangunan masjid. Kebetulan saat itu pendapatan pajak pemerintah Belanda dari hasil memeras rakyat Kalimantan sedang berlimpah, terutama dari hasil hutan seperti karet dan damar. Namun masyarakat Banjar menolak mentah-mentah tawaran itu.    
   Bagi orang Banjar yang beragama Islam adalah haram hukumnya menerima pemberian dari penjajah Belanda, apalagi untuk pembangunan masjid. Untuk mengatasi permasalahan tersebut mereka secara swadaya dan bergotong- membangun tempat ibadah tersebut. Tua-muda, laki-laki dan perempuan secara bahu-membahu mengumpulkan dana. Ada yang menyumbangkan tanah, perhiasan emas atau hasil pertanian, sehingga tidak lama kemudian di atas tanah seluas 2 hektar berdirilah sebuah mesjid yang indah dan megah sebagai tempat beribadah dan kegiatan sosial lainnya hingga sekarang.


(sumber:gorden313.yolasite.com) 

Read More..

Selasa, 23 Oktober 2012

Ulama Banjar


Ulama Banjar adalah ulama yang berasal dari Tanah Banjar maupun berketurunan suku Banjar.
Diantaranya :

  • Ulama yang sudah wafat :
  1. Syekh Muhammad Arsyad al-Banjari gelar anumerta Datu Kalampaian, mufti Kesultanan Banjar,Kalsel
  2. Syekh Muhammad Nafis al-Banjari gelar anumerta Datu Nafis, pengarang Kitab Ad-Durrun Nafis
  3. Syekh Abdurrahman Siddiq gelar anumerta Datu Sapat, mufti Kerajaan Indragiri, Riau.
  4. Yusuf Saigon al-Banjari [1]
  5. Datu Sanggul
  6. Syekh Abdul Hamid Abulung al-Banjari gelar anumerta Datu Abulung.
  7. Datu Nuraya
  8. Datu Taniran
  9. Muhammad Zaini Abdul Ghani panggilan akrab Guru Sekumpul
  10. KH. Asywadi Syukur mantan ketua umum MUI Kalsel.
  • Malaysia
  1. Syekh Syihabuddin al-Banjari
  2. Tuan Guru Muhammad Saman Bin Muhammad (1922-1995) Ustadz Mat Saman Kati, ulama tasawuf dari Perak, Malaysia
  3. Dato Ishak Baharom, mantan mufti negeri Selangor.
  4. Syekh Husein Kedah Al Banjari, mantan mufti negeri Kedah

Di Kalimantan Selatan, istilah Datu untuk ulama yang sudah wafat artinya sama dengan sebutan Sunan kalau di Jawa.
  • Ulama Banjar masih hidup :
  1. KH. Asmuni panggilan akrab Guru Danau
  2. Ustadz Muhammad Arifin Ilham
  3. Dato Seri (DR) Harussani bin Haji Zakaria, mufti negeri Perak, Malaysia
  4. Syaikh Muhammad Nuruddin Marbu Abdullah AlBanjary AlMakky,salah satu ulama kontemporer madzhab syafi'ie di Nusantara, pengarang dan pentahqiq puluhan buku berbahasa Arab
  5. KH. Ahmad Zuhdiannoor
  6. KH. Muhammad Bakhiet
  7. KH. Husien Nafarin
  8. KH. Ahmad Bakeri
  9. Al-Habib Ali Khaidir bin Hasan Al-Kaff lulusan dari Pasantren Darul Musthofa, Tarim, Hadramaut-Yaman 

______*****______

Sumber : http://al4nborn3o.blogspot.com/2011/03/ulama-banjar.html
Read More..

Madrasah tua Martapura

 
Madrasah Sullamul Ulum terletak di desa Dalampagar Kecamatan Martapura Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan.Embrio madrasah ini adalah Madrasah Istiqomah yang didirikan pada tahun 1931 oleh Al Alimul Alamah Qadhi KH Muhammad Thaha.Pada masa itu letaknya masih dipinggir sungai,tepatnya kalau sekarang berada disamping Musholla Al Kautsar.Dan salah satu guru pengajar pada saat itu adalah Al Alimul Alamah KH Erfan,dan juga diriwayatkan pernah mengajar disitu adalah Al Alimul Alamah KH Syarwani Abdan Bangil,yaitu sekitar tahun 1946,pada saat beliau masih menetap diMartapura,dan tercatat orang yang pernah menjadi santri pada saat itu adalah Al Arif billah KH Mahmud Arsyad. Kemudian pada tahun sekitar 1950 dilakukan renovasi,sehubungan dengan datangnya para Ulama yang menuntut ilmu dinegeri Makkah,yang antara lain adalah KH Abdurrahman Ismail dan KH Seman Jalil,dan kemudian setelah direnovasi madrasah diganti dengan nama Madrasah Syar iyah.Tingkatan madrasah pada masa itu adalah ibtida atau tahdiri,dan tsanawiyah.Guru guru pengajar pada masa itu adalah KH Abdurrahman Ismail,KH Seman Jalil,KH A.Karim(gr Karim),KH Mahmud Arsyad,KH Sirajjuddin,KHAhmad Kasyfuddin .Kemudian pada sekitar tahun 1956-1957 madrasah dipindah dari semula dipinggir sungai ketempat yang agak menjauhi sungai kearah  timur.Bahan bahan bangunan berupa kayu ulin diperoleh dengan membeli ulin ulin bekas pelabuhan didesa talukselong.sedangkan tanah untuk madrasah didapat dari pemberian Al Arifbillah KH Zainal Ilmi.Setelah selesai dibangun kemudian madrasah diresmikan oleh Al Alimul Alamah KH Syarani Arif dari kampung Melayu,dan nama madrasah oleh beliau diberi nama Sullamul Ulum. 
 
Sumber :
http://kulakulakita.blogspot.com/p/madrasah-tua-martapura_1462.html
Read More..

Tokoh Ulama Dalam Pagar - Martapura

Berlian Dalampagar

 
Dalam pagar adalah kampung tempat lahirnya ulama ulama terkenal,tetapi sayangnya kubur atau maqam para ulama tersebut banyak yang tidak diketahui oleh para penduduk kota martapura,sehingga maqam maqam tersebut bagaikan berlian berlian yang bercahaya tetapi orang banyak yang tidak mengetahuinya.Seperti di maqam Al Alimul fadhil Syekh KH Ismail Khathib bin Alimul fadhil Qadhi Syekh KH Ibrahim bin H.M.Shalih bin Alimul Alamah Khalifah KH.Zainuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Albanjari,yang biasa disebut orang setempat Kubah datu Ismail,disini banyak sekali maqam maqam ulama lainnya,seperti KH Abdul jalil yang merupakan ayah dari KH Seman jalil,juga ada disamping beliau (datu Ismail ) ada ponakan sekaligus menantu beliau yaitu Alimul fadhil KH Muhammad Arfan bin Habibah binti Alimul fadhil Qadhi KH Ibrahim bin Shalih bin Alimul Alamah Khalifah KH Zainuddi bin Syekh Muhammad Arsyad Albanjari ,kemudian juga ada maqam anak beliau Alimul fadhil KH Abdurrahman Ismail dan H.M.Zein (ayah dari Abu daudi atau H.M.Irsyad Zein),juga didekat beliau ada maqam saudara beliau H.M.Hamzah (biasa dipanggil datu Hamzah),kemudian juga ada maqam H.Abdullah Sani yang merupakan ayah dari guru Mukhtar yang biasa dipanggil dengan Abuya,juga maqam maqam cucu cucu beliau yang juga ulama,seperti H.Abdul Hamid dan H.Muhammad As ad.Itulah Berlian Berlian yang ada di Kubah Datu Ismail.

Salah satu lagi maqam atau kubur yang ada di desa dalampagar adalah maqam Alimul fadhil Qadhi KH Ahmad Zainal Aqli.Beliau adalah saudara sepupu Al Arif billah KH Zainal Ilmi yang berkubur dikelampaian.Tuan guru Qadhi KH Ahmad Zainal Aqli bergelar H Ahmad Jago dan oleh pemeintah Indonesia diangkat menjadi Imam Tentara Republik Indonesia pada masa itu.Qadhi KH Ahmad Zainal Aqli anak dari Maryam anak dari Alimul Alamah KH M Said Wali anak dari Aminah anak dari Alimul Alamah Khalifah KH Syahabuddin anak dari Syekh Muhammad Arsyad Albanjari.

 Alimul fadhil KH Abdullah Khatib dikenal dengan gelar Guru Selawat.Beliau anak dari H Abdul Manaf anak dari H Muhammad Hasan anak dari Kamaliah anak dari Alimul Alamah Mufti KH Jamaluddin anak dari Syekh Muhammad Arsyad Albanjari.Disamping maqam beliau juga ada maqam anak beliau KH Ahmad Kasyfuddin.Guru Selawat gelar adalah gelar yang diberikan masyarakat pada beliau, karena beliaulah yang dapat izin untuk memberikan ijazah selawat dalail khairat pada masa itu, setelah datang dari menunutut ilmu di Makkah Almukarramah.Maqam atau kubur beliau beserta keluarga juga ada di dalampagar dikenal dengan nama Kubah Guru Selawat.

Maqam Alimul fadhil KH Muhammad Noor berdampingan dengan maqam anak beliau Al Arif billah KH Mahmud Arsyad.Alimul fadhil KH Muhammad Noor anak dari H Muhammad Arsyad anak dari Bulan anak dari H Muhammad Shalih anak dari Alimul Alamah Khalifah KH Zainuddin anak dari Syekh Muhammad Arsyad Albanjari.Alimul fadhil KH Muhammad Noor pernah menjabat sebagai pengulu di desa dalampagar,karenanya beliau biasa dipanggil dengan panggilan Kai Pengulu.Sedangkan anak beliau KH Mahmud Arsyad semasa hidup mengabdikan diri sebagai pengajar di Madrasah Sullamul Ulum Dalampagar,dan menjabat sebagai kepala sekolah.Maqam beliau di dalampagar biasa disebut Kubah Kai Pengulu.
 Alimul fadhil Mufti KH Ahmad Nawawi bin Alimul fadhil Qadhi KH Ibrahim bin H Muhammad Shalih bin Alimul Alamah Khalifah KH Zainuddin bin Syekh Muhammad Arsyad Albanjari.Maqam beliau tepat berada di samping Mesjid Jami Tuhfaturraghibien desa dalampagar.Disamping beliau juga ada maqam anak beliau KH Sirajjudin.

Tuan guru KH Nuzhan Noor  dikenal orang yang sangat penyabar dan sangat pemurah, dan suka menolong kepada masyarakat yang memerlukan pertolongan.Tuan guru KH Nuzhan Noor anak dari Muhamman nur anak dari Khadijah anak dari H Abdullah anak dari Alimul Alamah KH Muhammad Khatib anak dari Alimul Alamah Mufti KH Ahmad anak dari Syekh Muhammad Arsyad Albanjari.Maqam beliau terletak dimuka rumah beliau didesa dalampagar.
 
Sumber :
http://kulakulakita.blogspot.com/p/berlian-dalampagar_21.html
Read More..
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda