Minggu, 08 Desember 2013

"Al-Bahru Al-maurud" Al-imam Abil Mawahib Assya'rony (wafat th 973 H)

Kitab Tashowuf ini terbilang agak asing di telinga, ternyata memang asing juga contain-containnya. Kalau dibuat perbandingan dg masa sekarang, mungkin tdk terlalu jauh kalau kitab ini ditengarai dg "Kitab Undang Undang Tashawuf".
Tebal sekitar 306 halaman dan di tahqiq oleh Moh Adib Al jadir, diterbitkan oleh percetakan Dar el Kotob Al Ilmiyah, Beirut Libanon.
 
Ttg Penyusun sendiri, Imam Assya'rony adalah ulama kenamaan pada Zamannya. Beliau ulama Ahli fiqh, hadits dan tentunya Tashawuf. Beliau kita tahu, adalah diantara murid Al-imam Abu Zakariya Al-anshary seorang guru besar ilmu fiqh, hadits, ushul fiqh dan masyhur menjadi mufti Madzhab Syafi'ie. Imam Assya'roni berkomentar ttg gurunya bahwa beliau adalah waliyullah yg menutupi diri dg ilmu fiqh. "Aku berkhidmat kepadanya selama 30 th, aku memasakkan makanannya namun aku bawa bekal sendiri dan tdk makan dr hartanya" demikian menurut Assya'rony sang murid.
 
Sehingga kita tahu, Imam Sya'roni menonjol di berbagai bidang ilmu. Di bidang fiqh beliau menyusun kitab Al Mizan Al Kubro, sebuah literatur fiqh empat madzhab yg cukup lengkap melebihi Bidayatul Mujtahid ibn Rusyd. Dalam bidang hadits, beliau menyusun kitab monumental dg judul "Kasyful Ghummah an Jamie'il Ummah" sebuahh kitab hadits yg meliput ushul masail fiqhiyah, sehingga memudahkan istinbath untuk para fuqoha'.
 
Seperti biasanya, Imam Sya'rony bila ditelaah dr ratusan karya tulisnya ia menggunakan bahasa yg jelas, gamblang, renyah dan padat juga disertai dg dalil-dalil yg kuat.
 
Dalam kitab ini, terdapat 251 point undang-undang shufi. Dalam setiap point, beliau menjelaskan sejelas-jelasnya dg disertai dalil-dalil dr Al-Qur'an maupun Hadits, tidak ketinggalan pula "laku lampah" para Shahabat, Tabi'ien, Tabi'ittabi'ien dan para Al'immah yg nota bene mereka adalah "Salaf al Ummah" yang sebenarnya.Kitab ini terbilang mukhtashor atau resume dr kitab satunya (al uhud al kubro).

Dalam bidang ilmu agama, penulis dapat dikategorikan sbg juru bicara para shufi kepada para Fuqoha' dan Muhadditsin yg belum menyelami dunia tashawuf secara totalitas. Mungkin semacam imam Abu Hamid Alghazaly yg menjadi corong bg Ahlussunnah Waljama'ah plus para shufi dari manuver-manuver ahli filsafat.
Baiklah, supaya lbh penasaran dg karya agung imam Sya'roni, kita lihat dan cermati beberapa point dr kandungan kitab tsb :

Point ke 37 : telah ditetapkan perjanjian atas kita, untuk ikhlash dalam bertauhid kepada Allah SWT, baik dlm perbuatan maupun ucapan & jg kepemilikan dan segala yg wujud. Seluruh martabat dg syarat-syarat yg tlh ditetapkan oleh ahli-ahli tauhid. Kita tdk boleh menambahi campur tangan makhluq baik manfa'at maupun madhorot, solusi maupun keterkaitan, janganlah kita berkata, "saya, dengan kami, bagi kami, milik kami" kecuali berdasarkan pengertian majaz (metaforis), krn yang semacam itu termasuk syirik yg khofy, Allah SWT berfirman : Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dg apapun (Annisa ,36) dlm ayat ini Allah mengingkari Assya'i (sesuatu) dan TIDAK men ta'yin/menyatakan, apakah sesuatu itu ?, fahamilah.
Ada sebuah kisah seorang faqir (shufi) yg sdg memohon ampunan kepada Tuhannya, dia berkata : "wahai Tuhanku ampunilah aku krn Engkau berjanji untuk mengampuni org yg tdk mempersekutukan Mu dg apapun, dan Engkau tahu bahwa aku tdk mempesekutukan Mu dg apapun", namun tiba-tiba terdengarlah suara hati/suara tanpa rupa mengatakan : meskipun di hari air susu..?...dia terperajat dan teringat bahwa pd suatu hari, dia di jamu dg air susu untuk di minum, namun dia tidak jadi meminumnya krn takut berbahaya, maka Allah SWT merekam kejadian tsb, dikarenakan dia menisbatkan "bahaya" kepada air susu tadi. Maka perhatikanlah...!

Point ke 48 : Telah ditetapkan perjanjian atas kita, bahwa kita harus memperbanyak istighfar dan menyesali kebaikan yg tertinggal, baik kita merasa berbuat ma'shiyat maupun tdk. Ketahuilah bahwa penyesalan atas tdk melakukan ma'shiyat itu bs menggugurkan amal baik, sbgmn menyesali atas ketertinggalan Tho'at itu bisa membathalkan ke-ikhlashan.

Alhasil dari kitab ini, kita bs menimba ilmu-ilmu para salik, shufy, mukhlish ,dimana ilmu yg didapat tsb bukan hanya berasal dr teks-teks Al-Qur'an dan Hadits semata, meskipun kedua hal tadi adalah mainstreamnya Tashawuf sbgmn yg dikatakan oleh sayid Atthoi'fah imam Junaid Al Baghdady ra. Namun banyak ilmu-ilmu Al Asror Al Robbaniyah yg bisa kita dapatkan dr suluk atau pengalaman ruhaniyah para Wali Allah SWT, sebagaimana difirmankan dlm Al-Qur'an..."wattaquuLLaaha wa yu'allimkumuLLaah" (bertaqwalah kamu sekalian kpd Allah niscaya Allah swt akan mengajarkan kamu sekalian) ...Alluhumma uhsyurnaa fi Zumrotihim aamiin, ya Allah giringlah kami bersama mereka hamba-hamba-Mu yg shalih dan tha'at kepada Mu, aamiin.
"Al-Bahru Al-maurud" Kitab Tasawuf yang Langka Oleh: KH. Tb. Ahmad Rifqi Chowas Nuruddin. Kitab Karya Al-imam Abil Mawahib Assya'rony (wafat th 973 H) ini tebalnya sekitar 306 halaman dan telah ditahqiq oleh Moh Adib Al jadir, diterbitkan oleh percetakan Dar el Kotob al ilmiyah, Beirut Libanon. . Kitab tashowuf ini terbilang agak asing di telinga. Disamping tidak dikenal, kalau melihat isinya ternyata memang asing. Ada beberapa pengajaran yang cukup menarik dan belum banyak dikenal oleh masyarakat. Meski demikian, bila dibandingkan dengan kitab sekarang, kitab akhlaq ini, tidak terlalu jauh kalau disebut sebagai "kitab undang undang Tashawuf". Tentang Penyusun sendiri, Imam Assya'rony adalah ulama kenamaan pada Zamannya. Beliau ulama Ahli fiqh, hadits dan tentunya Tashawuf. Beliau termasuk murid Al-imam Abu Zakariya Al-anshary, seorang guru besar ilmu fiqh, hadits, ushul fiqh yang dikenal sebagai mufti Madzhab Syafi'ie. Imam Assya'roni berkomentar tentang gurunya bahwa beliau adalah waliyullah yang menutupi dirinya dengan ilmu fiqh. "Aku berkhidmat kepadanya selama 30 th, aku memasakkan makanannya namun aku bawa bekal sendiri dan tidak makan dari hartanya", demikian menurut Assya'rony sang murid. Sehingga kita tahu, imam Sya'roni menonjol di berbagai bidang ilmu. Di bidang fiqh beliau menyusun kitab "al Mizan al Kubro", sebuah literatur fiqh empat madzhab yang cukup lengkap melebihi "Bidayatul Mujtahid" karya Ibn Rusyd. Dalam bidang hadits, beliau juga menyusun kitab monumental dengan judul "Kasyful Ghummah an jamie'il ummah" sebuah kitab hadits yang meliput ushul masail fiqhiyah untuk memudahkan istinbath (metodologi pengambilan hukum) untuk para fuqoha'. Seperti biasanya, imam Sya'rony bila ditelaah dari ratusan karya tulisnya ia menggunakan bahasa yang jelas, gamblang, renyah dan padat juga disertai dengan dalil-dalil yang kuat. UU Shufi Yang menjadi titik tekan dalam kitab ini, terdapat 251 point undang-undang shufi. Dalam setiap point, beliau menjelaskan sejelas-jelasnya dengan disertai dalil-dalil dari Alquran maupun hadits. Tidak ketinggalan pula "laku lampah" para Shahabat, tabi'ien, tabi'ittabi'ien dan para a'immah yang nota bene mereka adalah "Salaf al Ummah" yang sebenarnya. Kitab ini masuk dalam kategori mukhtashor atau resume dari kitab satunya (al uhud al kubro). Dalam bidang ilmu agama, penulis dapat dikategorikan sebagai juru bicara para shufi kepada para Fuqoha' dan Muhadditsin yang belum menyelami dunia tashawuf secara totalitas. Mungkin semacam imam Abu Hamid Alghazaly yang menjadi corong bagi Ahlussunnah waljama'ah plus para shufi dari manuver-manuver ahli filsafat. Baiklah, untuk memperjelas gambaran isi dari kitab ini, bagi yang penasaran dengan karya agung imam Sya'roni ini, kita lihat dan cermati beberapa point dari kandungan kitab ini: Point ke 37: Telah ditetapkan perjanjian atas kita, untuk ikhlash dalam bertauhid kepada Allah swt, baik dalam perbuatan maupun ucapan[juga kepemilikan dan segala yang wujud. Seluruh martabat dengan Syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh ahli-ahli tauhid. Kita tidak boleh menambahi campur tangan makhluq baik manfa'at maupun madhorot, solusi maupun keterkaitan. Janganlah kita berkata, "saya, dengan kami, bagi kami, milik kami" kecuali berdasarkan pengertian majaz (metaforis), karena yang semacam itu termasuk syirik yang khofy. Allah swt berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan apapun (Annisa :36). Dalam ayat ini Allah mengingkari Assya'i (sesuatu) dan tidak men ta'yin/menyatakan, apakah sesuatu itu?, fahamilah. Ada sebuah kisah seorang faqir (shufi) yang dengan memohon ampunan kepada Tuhannya, dia berkata: "Wahai Tuhanku ampunilah aku karena Engkau berjanji untuk mengampuni orang yang tidak mempersekutukan Mu dengan apapun, dan Engkau tahu bahwa aku tidak mempesekutukan Mu dengan apapun", namun tiba-tiba terdengarlah suara hatif/suara tanpa rupa mengatakan: meskipun di hari air susu..?... dia terperajat dan teringat bahwa pada suatu hari, dia dijamu dengan air susu untuk di minum, namun dia tidak jadi meminumnya karena takut berbahaya, maka Allah swt merekam kejadian tsb, dikarenakan dia menisbatkan "bahaya" kepada air susu tadi. Maka perhatikanlah...! Point ke 48: Telah ditetapkan perjanjian atas kita, bahwa kita harus memperbanyak istighfar [dan menyesali kebaikan yang tertinggal, baik kita merasa berbuat ma'shiyat maupun tidak. Ketahuilah bahwa penyesalan atas tidak melakukan ma'shiyat itu bisa menggugurkan amal baik, sebagaimana menyesali atas ketertinggalan Tho'at itu bisa membathalkan ke ikhlashan. Alhashil dari kitab ini, kita bisa menimba ilmu-ilmu para salik, shufy, mukhlish , di mana ilmu yang didapat tersebut bukan hanya berasal dari teks-teks al qur'an dan hadits semata, meskipun kedua hal tadi adalah mainstreamnya Tashawuf sebagaimana yang dikatakan oleh sayid Atthoi'fah imam Junaid Al Baghdady ra. Namun banyak ilmu-ilmu Al asror Al Robbaniyah yang bisa kita dapatkan dari suluk atau pengalaman ruhaniyah para Wali Allah swt, sebagaimana difirmankan dalam AlQur'an... "wattaquuLLaaha wa yu'allimkumuLLaah" (bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah niscaya Allah swt akan mengajarkan kamu sekalian) ...Alluhumma uhsyurnaa fi Zumrotihim amien, ya Allah giringlah kami bersama mereka hamba-hambamu yang shalih dan tha'at kepada Mu, amien. KH. Tubagus Ahmad Rifqi Khan Pengasuh Pondok Darussalam, Buntet Pesantren Cirebon

Read more at: http://alifbraja.blogspot.com/2012/07/al-bahru-al-maurud-kitab-tasawuf-yang.html

Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution

Disalin dari tulisan karya : Tb.Ahmad Rifqi Khan
"Al-Bahru Al-maurud" Kitab Tasawuf yang Langka Oleh: KH. Tb. Ahmad Rifqi Chowas Nuruddin. Kitab Karya Al-imam Abil Mawahib Assya'rony (wafat th 973 H) ini tebalnya sekitar 306 halaman dan telah ditahqiq oleh Moh Adib Al jadir, diterbitkan oleh percetakan Dar el Kotob al ilmiyah, Beirut Libanon. . Kitab tashowuf ini terbilang agak asing di telinga. Disamping tidak dikenal, kalau melihat isinya ternyata memang asing. Ada beberapa pengajaran yang cukup menarik dan belum banyak dikenal oleh masyarakat. Meski demikian, bila dibandingkan dengan kitab sekarang, kitab akhlaq ini, tidak terlalu jauh kalau disebut sebagai "kitab undang undang Tashawuf". Tentang Penyusun sendiri, Imam Assya'rony adalah ulama kenamaan pada Zamannya. Beliau ulama Ahli fiqh, hadits dan tentunya Tashawuf. Beliau termasuk murid Al-imam Abu Zakariya Al-anshary, seorang guru besar ilmu fiqh, hadits, ushul fiqh yang dikenal sebagai mufti Madzhab Syafi'ie. Imam Assya'roni berkomentar tentang gurunya bahwa beliau adalah waliyullah yang menutupi dirinya dengan ilmu fiqh. "Aku berkhidmat kepadanya selama 30 th, aku memasakkan makanannya namun aku bawa bekal sendiri dan tidak makan dari hartanya", demikian menurut Assya'rony sang murid. Sehingga kita tahu, imam Sya'roni menonjol di berbagai bidang ilmu. Di bidang fiqh beliau menyusun kitab "al Mizan al Kubro", sebuah literatur fiqh empat madzhab yang cukup lengkap melebihi "Bidayatul Mujtahid" karya Ibn Rusyd. Dalam bidang hadits, beliau juga menyusun kitab monumental dengan judul "Kasyful Ghummah an jamie'il ummah" sebuah kitab hadits yang meliput ushul masail fiqhiyah untuk memudahkan istinbath (metodologi pengambilan hukum) untuk para fuqoha'. Seperti biasanya, imam Sya'rony bila ditelaah dari ratusan karya tulisnya ia menggunakan bahasa yang jelas, gamblang, renyah dan padat juga disertai dengan dalil-dalil yang kuat. UU Shufi Yang menjadi titik tekan dalam kitab ini, terdapat 251 point undang-undang shufi. Dalam setiap point, beliau menjelaskan sejelas-jelasnya dengan disertai dalil-dalil dari Alquran maupun hadits. Tidak ketinggalan pula "laku lampah" para Shahabat, tabi'ien, tabi'ittabi'ien dan para a'immah yang nota bene mereka adalah "Salaf al Ummah" yang sebenarnya. Kitab ini masuk dalam kategori mukhtashor atau resume dari kitab satunya (al uhud al kubro). Dalam bidang ilmu agama, penulis dapat dikategorikan sebagai juru bicara para shufi kepada para Fuqoha' dan Muhadditsin yang belum menyelami dunia tashawuf secara totalitas. Mungkin semacam imam Abu Hamid Alghazaly yang menjadi corong bagi Ahlussunnah waljama'ah plus para shufi dari manuver-manuver ahli filsafat. Baiklah, untuk memperjelas gambaran isi dari kitab ini, bagi yang penasaran dengan karya agung imam Sya'roni ini, kita lihat dan cermati beberapa point dari kandungan kitab ini: Point ke 37: Telah ditetapkan perjanjian atas kita, untuk ikhlash dalam bertauhid kepada Allah swt, baik dalam perbuatan maupun ucapan[juga kepemilikan dan segala yang wujud. Seluruh martabat dengan Syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh ahli-ahli tauhid. Kita tidak boleh menambahi campur tangan makhluq baik manfa'at maupun madhorot, solusi maupun keterkaitan. Janganlah kita berkata, "saya, dengan kami, bagi kami, milik kami" kecuali berdasarkan pengertian majaz (metaforis), karena yang semacam itu termasuk syirik yang khofy. Allah swt berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan apapun (Annisa :36). Dalam ayat ini Allah mengingkari Assya'i (sesuatu) dan tidak men ta'yin/menyatakan, apakah sesuatu itu?, fahamilah. Ada sebuah kisah seorang faqir (shufi) yang dengan memohon ampunan kepada Tuhannya, dia berkata: "Wahai Tuhanku ampunilah aku karena Engkau berjanji untuk mengampuni orang yang tidak mempersekutukan Mu dengan apapun, dan Engkau tahu bahwa aku tidak mempesekutukan Mu dengan apapun", namun tiba-tiba terdengarlah suara hatif/suara tanpa rupa mengatakan: meskipun di hari air susu..?... dia terperajat dan teringat bahwa pada suatu hari, dia dijamu dengan air susu untuk di minum, namun dia tidak jadi meminumnya karena takut berbahaya, maka Allah swt merekam kejadian tsb, dikarenakan dia menisbatkan "bahaya" kepada air susu tadi. Maka perhatikanlah...! Point ke 48: Telah ditetapkan perjanjian atas kita, bahwa kita harus memperbanyak istighfar [dan menyesali kebaikan yang tertinggal, baik kita merasa berbuat ma'shiyat maupun tidak. Ketahuilah bahwa penyesalan atas tidak melakukan ma'shiyat itu bisa menggugurkan amal baik, sebagaimana menyesali atas ketertinggalan Tho'at itu bisa membathalkan ke ikhlashan. Alhashil dari kitab ini, kita bisa menimba ilmu-ilmu para salik, shufy, mukhlish , di mana ilmu yang didapat tersebut bukan hanya berasal dari teks-teks al qur'an dan hadits semata, meskipun kedua hal tadi adalah mainstreamnya Tashawuf sebagaimana yang dikatakan oleh sayid Atthoi'fah imam Junaid Al Baghdady ra. Namun banyak ilmu-ilmu Al asror Al Robbaniyah yang bisa kita dapatkan dari suluk atau pengalaman ruhaniyah para Wali Allah swt, sebagaimana difirmankan dalam AlQur'an... "wattaquuLLaaha wa yu'allimkumuLLaah" (bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah niscaya Allah swt akan mengajarkan kamu sekalian) ...Alluhumma uhsyurnaa fi Zumrotihim amien, ya Allah giringlah kami bersama mereka hamba-hambamu yang shalih dan tha'at kepada Mu, amien. KH. Tubagus Ahmad Rifqi Khan Pengasuh Pondok Darussalam, Buntet Pesantren Cirebon

Read more at: http://alifbraja.blogspot.com/2012/07/al-bahru-al-maurud-kitab-tasawuf-yang.html

Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
"Al-Bahru Al-maurud" Kitab Tasawuf yang Langka Oleh: KH. Tb. Ahmad Rifqi Chowas Nuruddin. Kitab Karya Al-imam Abil Mawahib Assya'rony (wafat th 973 H) ini tebalnya sekitar 306 halaman dan telah ditahqiq oleh Moh Adib Al jadir, diterbitkan oleh percetakan Dar el Kotob al ilmiyah, Beirut Libanon. . Kitab tashowuf ini terbilang agak asing di telinga. Disamping tidak dikenal, kalau melihat isinya ternyata memang asing. Ada beberapa pengajaran yang cukup menarik dan belum banyak dikenal oleh masyarakat. Meski demikian, bila dibandingkan dengan kitab sekarang, kitab akhlaq ini, tidak terlalu jauh kalau disebut sebagai "kitab undang undang Tashawuf". Tentang Penyusun sendiri, Imam Assya'rony adalah ulama kenamaan pada Zamannya. Beliau ulama Ahli fiqh, hadits dan tentunya Tashawuf. Beliau termasuk murid Al-imam Abu Zakariya Al-anshary, seorang guru besar ilmu fiqh, hadits, ushul fiqh yang dikenal sebagai mufti Madzhab Syafi'ie. Imam Assya'roni berkomentar tentang gurunya bahwa beliau adalah waliyullah yang menutupi dirinya dengan ilmu fiqh. "Aku berkhidmat kepadanya selama 30 th, aku memasakkan makanannya namun aku bawa bekal sendiri dan tidak makan dari hartanya", demikian menurut Assya'rony sang murid. Sehingga kita tahu, imam Sya'roni menonjol di berbagai bidang ilmu. Di bidang fiqh beliau menyusun kitab "al Mizan al Kubro", sebuah literatur fiqh empat madzhab yang cukup lengkap melebihi "Bidayatul Mujtahid" karya Ibn Rusyd. Dalam bidang hadits, beliau juga menyusun kitab monumental dengan judul "Kasyful Ghummah an jamie'il ummah" sebuah kitab hadits yang meliput ushul masail fiqhiyah untuk memudahkan istinbath (metodologi pengambilan hukum) untuk para fuqoha'. Seperti biasanya, imam Sya'rony bila ditelaah dari ratusan karya tulisnya ia menggunakan bahasa yang jelas, gamblang, renyah dan padat juga disertai dengan dalil-dalil yang kuat. UU Shufi Yang menjadi titik tekan dalam kitab ini, terdapat 251 point undang-undang shufi. Dalam setiap point, beliau menjelaskan sejelas-jelasnya dengan disertai dalil-dalil dari Alquran maupun hadits. Tidak ketinggalan pula "laku lampah" para Shahabat, tabi'ien, tabi'ittabi'ien dan para a'immah yang nota bene mereka adalah "Salaf al Ummah" yang sebenarnya. Kitab ini masuk dalam kategori mukhtashor atau resume dari kitab satunya (al uhud al kubro). Dalam bidang ilmu agama, penulis dapat dikategorikan sebagai juru bicara para shufi kepada para Fuqoha' dan Muhadditsin yang belum menyelami dunia tashawuf secara totalitas. Mungkin semacam imam Abu Hamid Alghazaly yang menjadi corong bagi Ahlussunnah waljama'ah plus para shufi dari manuver-manuver ahli filsafat. Baiklah, untuk memperjelas gambaran isi dari kitab ini, bagi yang penasaran dengan karya agung imam Sya'roni ini, kita lihat dan cermati beberapa point dari kandungan kitab ini: Point ke 37: Telah ditetapkan perjanjian atas kita, untuk ikhlash dalam bertauhid kepada Allah swt, baik dalam perbuatan maupun ucapan[juga kepemilikan dan segala yang wujud. Seluruh martabat dengan Syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh ahli-ahli tauhid. Kita tidak boleh menambahi campur tangan makhluq baik manfa'at maupun madhorot, solusi maupun keterkaitan. Janganlah kita berkata, "saya, dengan kami, bagi kami, milik kami" kecuali berdasarkan pengertian majaz (metaforis), karena yang semacam itu termasuk syirik yang khofy. Allah swt berfirman: "Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan Nya dengan apapun (Annisa :36). Dalam ayat ini Allah mengingkari Assya'i (sesuatu) dan tidak men ta'yin/menyatakan, apakah sesuatu itu?, fahamilah. Ada sebuah kisah seorang faqir (shufi) yang dengan memohon ampunan kepada Tuhannya, dia berkata: "Wahai Tuhanku ampunilah aku karena Engkau berjanji untuk mengampuni orang yang tidak mempersekutukan Mu dengan apapun, dan Engkau tahu bahwa aku tidak mempesekutukan Mu dengan apapun", namun tiba-tiba terdengarlah suara hatif/suara tanpa rupa mengatakan: meskipun di hari air susu..?... dia terperajat dan teringat bahwa pada suatu hari, dia dijamu dengan air susu untuk di minum, namun dia tidak jadi meminumnya karena takut berbahaya, maka Allah swt merekam kejadian tsb, dikarenakan dia menisbatkan "bahaya" kepada air susu tadi. Maka perhatikanlah...! Point ke 48: Telah ditetapkan perjanjian atas kita, bahwa kita harus memperbanyak istighfar [dan menyesali kebaikan yang tertinggal, baik kita merasa berbuat ma'shiyat maupun tidak. Ketahuilah bahwa penyesalan atas tidak melakukan ma'shiyat itu bisa menggugurkan amal baik, sebagaimana menyesali atas ketertinggalan Tho'at itu bisa membathalkan ke ikhlashan. Alhashil dari kitab ini, kita bisa menimba ilmu-ilmu para salik, shufy, mukhlish , di mana ilmu yang didapat tersebut bukan hanya berasal dari teks-teks al qur'an dan hadits semata, meskipun kedua hal tadi adalah mainstreamnya Tashawuf sebagaimana yang dikatakan oleh sayid Atthoi'fah imam Junaid Al Baghdady ra. Namun banyak ilmu-ilmu Al asror Al Robbaniyah yang bisa kita dapatkan dari suluk atau pengalaman ruhaniyah para Wali Allah swt, sebagaimana difirmankan dalam AlQur'an... "wattaquuLLaaha wa yu'allimkumuLLaah" (bertaqwalah kamu sekalian kepada Allah niscaya Allah swt akan mengajarkan kamu sekalian) ...Alluhumma uhsyurnaa fi Zumrotihim amien, ya Allah giringlah kami bersama mereka hamba-hambamu yang shalih dan tha'at kepada Mu, amien. KH. Tubagus Ahmad Rifqi Khan Pengasuh Pondok Darussalam, Buntet Pesantren Cirebon

Read more at: http://alifbraja.blogspot.com/2012/07/al-bahru-al-maurud-kitab-tasawuf-yang.html

Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution
Read More..

Sabtu, 12 Oktober 2013

SILSILAH SANAD ULAMA' AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH (Termasuk NU)


  1. Nabi Muhammad SAW
  2. Sayidina Ali
  3. Muhammad (Putra Sayidina Ali, dari istri kedua Kaulah bin Ja’far)
  4. Wasil bin Ato’
  5. Amr bin Ubaid
  6. Ibrohim Annadhom
  7. Abu Huzail Al-Alaq
  8. Abu Hasi Adzuba’i
  9. Abu Ali Adzuba’i
  10. Imam Abu Hasan Ala’asyari (Pendiri Faham “AHLUSSUNNAH WALJAMA’AH”) 234 Karangannya : Kitab Maqolatul Islamiyin, Al Ibanah, Al Risalah, Al-Luma’, dll
  11. Abu Abdillah Al Bahily
  12. Abu Bakar Al Baqilany, karangannya : Kitab At Tamhid, Al Insof, Al bayan, Al Imdad, dll.
  13. Abdul Malik Imam Haromain Al Juwainy, karangannya : Kitab Lathoiful Isaroh, As Samil, Al Irsyad, Al Arba’in, Al kafiyah, dll
  14. Abu hamid Muhammad Al Ghozali. Karangannya : Kitab Ihya Ulumuddin, Misyakatul Anwar, Minhajul Qowim, Minhajul Abidin dll.
  15. Abdul hamid Assyeikh Irsani. Karangannya: kitab Al Milal Wannihal, Musoro’atul Fulasifah, dll.
  16. Muhammad bin Umar Fakhruraazi, Karangannya: Kitab Tafsir Mafatihul Ghoib, Matholibul ‘Aliyah, Mabahisul Masyriqiyah, Al Mahsul Fi Ilmil Usul, dll
  17. Abidin Al Izzy, karangannya: Kitab Al Mawaqit Fi Ilmil Kalam.
  18. Abu Abdillah Muhammad As Sanusi, Karangannya: Kitab Al Aqidatul Kubro dll.
  19. Al Bajury, karangannya: Kitab Jauhar Tauhuid, dll.
  20. Ad Dasuqy, karangannya: Kitab Ummul Barohin, dll.
  21. Ahmad Zaini Dahlan, karanggannya: Kitab Sarah jurumiyah, Sarah Al Fiyah, dll.
  22. Ahmad Khotib Sambas Kalimantan, Karangannya : Kitab Fathul ‘Arifin, dll.
  23. Muhammad Annawawi Banten, Karangannya : Syarah Safinatunnaja, Sarah Sulamutaufiq, dll. Yang Mayoritas Ulama Di Indonesia memakai Karangan Syeikh Nawawi Albantaniy sebagai Kitab Rujukan.
  24. Syech Mahfudz At-Termasi (mursyid Hadist Budhori matan ke-23),  muridnya al :
    – Syech Arsyad Al-Banjari - Banjarmasin
    – Syaikhona Kholil - Bangkalan Madura
    Abdul Shomad Al-Palembangi - Palembang
  25. Hasyim Asy’Ari (Pendiri NU)
Sejumlah murid yang berhasil dicetak menjadi ulama besar oleh Syaikhona Kholil bangkalan adalah, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari (Tebu Ireng Jombang), KH Wahab Hasbullah (Tambak Beras Jombang), KH Bisri Syansuri (Denanyar Jombang), KH As’ad Syamsul Arifin (Sukorejo Situbondo), Kiai Cholil Harun (Rembang), Kiai Ahmad Shiddiq (Jember), Kiai Hasan (Genggong Probolinggo), Kiai Zaini Mun’im (Paiton Probolinggo), Kiai Abi Sujak (Sumenep), Kiai Toha (Bata-Bata Pamekasan), Kiai Usymuni (Sumenep), Kiai Abdul Karim (Lirboyo Kediri), Kiai Munawir (Krapyak Yogyakarta), Kiai Romli Tamim (Rejoso Jombang), Kiai Abdul Majid (Bata-Bata Pamekasan). Dari sekian santri Syaikhona Kholil pada umumnya menjadi pengasuh pesantren dan tokoh NU seperti Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari dan Kiai Wahab Hasbullah. Bahkan Presiden pertama RI Soekarno, juga pernah berguru pada Syaikhona Kholil Bangkalan
Selain berhasil mencetak para santri-santrinya menjadi kiai, Syaikhona Kholil bangkalan adalah salah satu kiai yang menjadi penentu berdirinya organisasi terbesar di Indonesia, yakni Nahdlatul Ulama yang disingkat (NU). Dalam proses pendiriannya para kiai NU tidak sembarangan mendirikan sebuah organisasi, dalam jangka dua tahun Kiai Hasyim Asy’ari melakukan shalat istikharah (minta petunjuk kepada Allah), untuk mendirikan sebuah organisasi yang mewadahi para pengikut ajaran ahlussunnah wal jama’ah. Meskipun yang melakukan istkharah adalah Hadratus Syaikh KH Hasyim As’ari, akan tetapi petunjuk (isyarah) tersebut tidak jatuh ke tangan Kiai Hasyim Asy’ari, melainkan isyarah tersebut melalui Syaikhona Kholil Bangkalan. Munculnya isyarah sebuah tongkat dan tasbih yang akan diberikan kepada Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari melalui perantara Kiai As’ad Syamsul Arifin, yang merupakan tanda akan berdirinya sebuah organisasi besar yakni jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU).
Para ulama pendiri NU jelas bukan sembarang ulama. Mereka orang-orang khos yang memiliki kualitas keimanan yang luar biasa di zamannya. Salah satu pendiri jam’iyyah Nahdlatul Ulama, KH Abdul Wahab Hasbullah, selain pendirian NU kepada kepada KH Hasyim Asy’ari, beliau meminta persetujuan waliyullah tanah Jawa. Yaitu Kanjeng Sunan Ampel.
Mari berflashback awal mulanya berdirinya Nahdlatul Ulama

Rapat pembentukan NU diadakan di kediaman Kiai Wahab dan dipimpin oleh Kiai Hasyim. September 1926 diadakanlah muktamar NU yg untuk pertama kalinya yg diikuti oleh beberapa tokoh. Muktamar kedua 1927 dihadiri oleh 36 cabang. Kaum muslim reformis dan modernis berlawanan dgn praktik keagamaan kaum tradisional yg kental dgn budaya lokal. Kaum puritan yg lebih ketat di antara mereka mengerahkan segala daya dan upaya utk memberantas praktik ibadah yang dicampur dgn kebudayaan lokal atau yg lbh dikenal dgn praktik ibadah yg bid’ah. Kaum reformis mempertanyakan relevansinya bertaklid kepada kitab-kitab fiqh klasik salah satu mazhab. Kaum reformis menolak taklid dan menganjurkan kembali kepada sumber yg aslinya yaitu Alquran dan hadis yaitu dgn ijtihad para ulama yg memenuhi syarat dan sesuai dgn perkembangan zaman. Kaum reformis juga menolak konsep-konsep akidah dan tasawuf tradisional yg dalam formatnya dipengaruhi oleh filsafat Yunani pemikiran agama dan kepercayaan lainnya. Bagi banyak kalangan ulama tradisional kritikan dan serangan dari kaum reformis itu tampaknya dipandang sebagai serangan terhadap inti ajaran Islam. Pembelaan kalangan ulama tradisional terhadap tradisi-tradisi menjadi semakin ketat sebagai sebuah ciri kepribadia.
Mazhab Imam Syafii merupakan inti dari tradisionalisme ini . Ulama tradisional memilih salah satu mazhab dan mewajibkan kepada pengikutnya krn di zaman sekarang ini tidak ada orang yg mampu menerjemahkan dan menafsirkan ajaran-ajaran yg terkandung di dalam Alquran dan sunah secara menyeluruh.
Nah, inilah kenapa kita harus bermazhab salah satu dari mahzab 4.

Sejak abad dua belas Hijriah yang lalu, dunia Islam dibuat heboh oleh lahirnya gerakan baru yang lahir di Najd. Gerakan ini dirintis oleh Muhammad bin Abdul Wahhab al-Najdi dan populer dengan gerakan Wahabi. Dalam bahasa para ulama gerakan ini juga dikenal dengan nama fitnah al-wahhabiyah, karena dimana ada orang-orang yang menjadi pengikut gerakan ini, maka di situ akan terjadi fitnah.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa aliran Wahabi berupaya keras untuk menyebarkan ideologi mereka ke seluruh dunia dengan menggunakan segala macam cara. Di antaranya dengan mentahrif kitab-kitab ulama terdahulu yang tidak menguntungkan bagi ajaran Wahhabi. Hal ini mereka lakukan juga tidak lepas dari tradisi pendahulu mereka, kaum Mujassimah yang memang lihai dalam men-tahrif kitab.
sahabatku semua yang dirahmati Allah, NU ADALAH SALAH SATU BENTENG AHLISUNNAH WALJAMAAH DI INDONESIA
Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kelompok ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih. Merekalah yang mengikuti dan berpegang teguh dengan sunnah Nabi SAW  dan sunnah Khulafaur Rasyidin setelahnya. Mereka adalah kelompok yang selamat (al-firqah al-najiyah). Mereka mengatakan, bahwa kelompok tersebut sekarang ini terhimpun dalam madzhab yang empat, yaitu pengikut Madzhab al-Hanafi, al-Syafi’i, al-Maliki dan al-Hanbali. Sedangkan orang-orang yang keluar dari madzhab empat tersebut pada masa sekarang adalah termasuk ahli bid’ah.
”Dari definisi ini, dapat dipahami bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah bukanlah aliran baru yang muncul sebagai reaksi dari beberapa aliran yang menyimpang dari ajaran Islam yang hakiki. Tetapi Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah Islam yang murni sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi saw dan sesuai dengan apa yang telah digariskan serta diamalkan oleh para sahabatnya. Kaitannya dengan pengamalan tiga sendi utama ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari, golongan Ahlussunnah Wal-Jama’ah mengikuti rumusan yang telah digariskan oleh ulama salaf.
  1. Dalam bidang aqidah atau tauhid tercerminkan dalam rumusan yang digagas oleh Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi.
  2. Dalam masalah amaliyah badaniyah terwujudkan dengan mengikuti madzhab empat, yakni Madzhab al-Hanafi, Madzhab al-Maliki, Madzhab al-Syafi`i, dan Madzhab al-Hanbali.
  3. Bidang tashawwuf mengikuti Imam al-Junaid al-Baghdadi (w. 297 H/910 M) dan Imam al-Ghazali.

Jika sekarang banyak kelompok yang mengaku sebagai penganut Ahlussunnah Wal-Jama’ah maka mereka harus membuktikannya dalam praktik keseharian bahwa ia benar-benar telah mengamalkan Sunnah Rasul dan Sahabatnya.

Pesan untuk para simpatisan, pengikut, bahkan da’i salafi/wahabi ;  mohon luangkan waktu sebentar, renungkan barang sejenak. Bahwa hati yang paling Allah kasihi ialah hati yang paling lembut terhadap saudaranya, paling bersih dalam keyakinannya dan paling baik dalam agamanya. InsyaAllah, jika hati tak sekeras batu, dada akan terasa lapang, pikiran pun tidak beku dan buntu. Semoga kita semua mendapat hidayah serta inayah dari Allah Subhanahu Wata’ala.
Akeh kang apal Quran Hadise 
Seneng ngafirke marang liyane 
Kafire dewe dak digatekke 
Yen isih kotor ati akale
Banyak yang hafal Quran dan Hadist, suka mengkafirkan orang lain, kafirnya sendiri tidak diperhatikan, (gara-gara) masih kotor hati dan akalnya.
semoga Allah swt meluhurkan setiap nafas kita dg cahaya istiqamah, dan selalu dibimbing untuk mudah mencapai tangga tangga keluhuran istiqamah, dan wafat dalam keadaan istiqamah, dan berkumpul dihari kiamat bersama ahlul istiqamah
Semoga Allah SWT menggantikan segala musibah kita dg anugerah, wahai Allah sungguh firman Mu adalah sumpah Mu yg Kau sampaikan pada kami, bahwa : SUNGGUH BERSAMA KESULITAN ADALAH KEMUDAHAN, DAN SUNGGUH BERSAMA KESULITAN AKAN DATANG KEMUDAHAN (Al Insyirah 6-7)
Disari dari beberapa sumber.
semoga bermanfa'at, Amiin

Read More..

Jejak Spiritual Syech Abdul Muhyi - Pamijahan

Oleh : Mujtahid, Dosen Tarbiyah UIN Malang
SEJAK pertengahan abad ke tujuh belas, tokoh besar sekaligus ulama sufi Abdul Muhyi mendakwakan ajaran Islam di Jawa Barat. Ulama tersohor ini konon dikenal juga sebagai seorang wali di kalangan masyarakat; khususnya di Tasikmalaya Selatan, Kecamatan Bantarkalong. Jejak spiritualitasnya meninggalkan magnit luar biasa terhadap para pengikutnya sampai sekarang ini.

Abdul Muhyi sendiri aslinya adalah dari Jawa Tengah, Mataram-Surakarta. Dia sempat dibesarkan di Gresik dari ibu Raden Ajeng Tangeunjiah dan bapak Lebe Wartakusumah. Ulama sufi ini mengaku masih ada hubungan hereditas dengan keluarga Rasulullah Saw. dari jalur keluarga ibunya.

Perjalanan dakwah dan spiritual Abdul Muhyi tidak bisa dilepaskan dengan Gua Pamijahan. Melalui Gua Pamijahan, yang terletak di kaki bukit Bantarkalong, disinilah dia menemukan ketenangan bathiniyah, sekaligus sebagai tempat “riyâdhah spiritual”. Titik pusat penyebaran ajaran-ajarannya memang diawali dari tempat itu. Bahkan, sampai sekarang Gua tersebut masih di keramatkan oleh sebagian warga setempat.

Abdul Muhyi adalah ulama yang menyambung mata rantai ajaran tarekat syathâriyah di pulau Jawa. Dia meneruskan paham gurunya Syekh Abdul Rauf al-Sinkili. Jalan spiritual atau tarekat menurut ajaran Muhyi sendiri adalah ketetapan dzikir rohani, yang mengungkapkan keyakinan yang berpusat pada kalimah thayyibah atau kalimah tauhîd yang tertuang dalam lafadz lâ ilâha illallâh.

Makna kalimah thayyibah tersebut, kata Abdul Muhyi, bila dihayati secara benar dan baik, maka ia bisa menjadi modal fondasi yang kokoh untuk kebaikan hidup seseorang. Tarekat Syathâriyah membolehkan dzikir secara sirr (di dalam hati) maupun secara jahrr (suara keras).

Tarekat Syathâriyah yang dikembangkan Abdul Muhyi merupakan perpaduan antara tarekat Qâdiriyah dan Naqsabandiyah. Warna lain kedua tarekat ini terlihat kuat di dalam sistem dzikir yang dipakai Abdul Muhyi, yaitu dzikir al-jahr dan dzikir al-sirr. Dzikir al-jahr adalah dzikir yang digunakan oleh Tarekat Qâdiriyah, yaitu menyuarakan keras-keras kalimah thayyibah kemudian diresapkan ke dalam hati, agar hati tercerahkan dengan cahaya ilahiyah. Sedangkan dzikir al-sirr adalah dzikir yang praktekkan oleh Tarekat Naqsabandiyyah, yakni dengan menghaluskan bacaan di dalam hati dengan pendekatan nafyi (tiada Tuhan) dan istbât (kecuali Allah).

Untuk menuju tahapan spiritual menjadi sufi, Abdul Muhyi mensyaratkan seseorang empat tahapan, yaitu murid mubtadî, murid mutawâssith, murid kâmil, dan murid kâmil mukammil.

Pertama, murid mubtadî yaitu murid yang masih berbuat maksiat, akan tetapi hatinya tetap tertuju kepada Allah semata. Atau hatinya masih salim (selamat) dari perbauatan syirik dan sifat munafik. Seperti lazimnya tradisi sufi, ia dalam perjalanan spiritualnya akan mendapatkan keadaan Fanâ, yakni proses integrasi atau peleburan diri dalam kebesaran Tuhan. 

Kedua, murid mutawâssith adalah seorang yang mempunyai hati sudah bersih dari getaran kalbu selain kepada Allah, disebut juga dengan hati tawajjuh, yaitu hati yang senantiasa ingat dan tertuju kepada Allah semata. Adapun tingkatan Fanâ kelompok ini adalah Fanâ di dalam sifat, maqamnya adalah maqam al-jam’ yaitu tingkat integrasi dengan Allah, karena selalu mengingat dan merasa disertai Allah.

Ketiga, murid kâmil adalah kalangan dengan hati dan suasana rohani yang sudah bersih dari seluruh getaran selain Allah. Kalangan ini berhasil menjauhkan dirinya secara utuh dari seluruh daya tarik makhluk (materi), yang berarti hatinya sudah murni (Mujarrad). Bentuk dzikir tingkatan ini adalah dzikir muntahâ, yakni menyebut maujud (ada) kecuali Allah. Kalangan ini sudah lebih tinggi, setingkat âlam jabarrût (pandangan ruhaninya telah sirna, menyatu di dalam dzat Allah). 

Keempat, murid kâmil mukammil, yaitu seorang murid yang sudah memiliki penyaksian yang kuat (syuhûd) dan menyatu di dalam zat Allah. Hati seperti ini adalah hati rabbani, yakni hati yang sudah diliputi dan dinaungi hanya oleh Allah. Tingkatan ilmunya sudah mencapai akmâl yaqîn (dapat melihat dan mengetahui Allah secara nyata). Abdul Muhyi menyebutnya dengan wahda al-syuhûd. 

Ajaran lain yang bisa diambil dari Abdul Muhyi sendiri berkaitan dengan proses perjalanan spritual seseorang dalam dunia sufistik adalah konsepsinya tentang syâhadataian. Dia membaginya menjadi dua bagian, yaitu lâ ilâha illallâh sebagai hakikat dan Muhammad Rasulullâh sebagai syarî’ah; keduanya disebut dengan tarekat Muhammadiyah. Kedua-duanya, antara syari’at dan hakikat harus menyatu, sebab kedua merupakan komponen yang saling melengkap kualitas keimanan seseorang. 

Keberhasilan Abdul Muhyi dalam mengembangkan ajaran syathâriyah tidak luput dari jaringan dengan ulama-ulama besar, baik dalam maupun luar Nusantara. Keterikatan jaringan inilah yang memengaruhi jalan pemikirannya. Hasil penelitian M. Wildan Yahya (2007), menyebutkan bahwa beliau sempat kontak dengan ajaran Wujudiyyah di Aceh, ajaran Khalwatiyyah di Makassar, ajaran Samaniyah di Palembang dan di Banjarmasin. 

Abdul Muhyi juga tercatat sebagai tokoh kunci yang meletakkan dasar ajaran “martabat tujuh” di tanah Jawa. Ajaran beliau kemudian mengembang dan meluas hingga mewarnai berbagai paham dan budaya pada kepustakaan mistik Islam (perpaduan antara tradisi Jawa dengan unsur-unsur ajaran Islam) di Jawa. Ajaran “martabat tujuh” hanya mengakui bahwa Tuhan merupakan aspek batin dari segala yang ada di alam semesta. Semua yang ada di alam semseta adalah wujûd majâzî dari satu hakikat yang tunggal.
_________
Read More..

Senin, 26 Agustus 2013

SEPUTAR BATU PERMATA

Nama Nama Batu Permata
Nama-nama batu Permata yang sangat Populer perlu kita ketahui, siapa tahu dapat memberikan rejeki yah hehehehe ….. antara lain : opal, saphir, kecubung, citrine, zamrud/emerald, pirus/turquise, moonstone, topas, sulaeman dan lain sebagainya.


Cara Membedakan Batu Permata Yang Asli
Untuk membedakan batu asli atau bukan, perlu diketahui bahwa di Pasar batu Permata ada istilah Natural, Sintetis dan Imitasi.

NATURAL
Adalah batu permata yang terbuat secara alami oleh Alam, batu ini diperoleh secara alami kemudian dibentuk sebagai batu permata.

SINTETIS
Adalah batu permata yang dibuat secara Laboratorium, bahan materialnya sama dengan batu yang Natural atau origin. Berat jenis maupun karakteristik fisik nya sama. Ada juga batu Sintetis yang berasal batu Natural yang kurang bagus kemudian dilebur dipadatkan lagi menjadi batu permata.

IMITASI
Kalau batu Imitasi berbeda sama sekali dengan yang Asli, batu ini hanya tiruan saja. misalnya meniru warnanya. Kadang-kadang juga terbuat dari plastik.

Dengan mengetahui kriteria di atas kita dapat membedakan bahwa batu tersebut apakah Asli / Natural / origin atau hanya Sintetis atau bahkan Imitasi.

Ada beberapa cara untuk membedakannya :
  1. Batu permata Asli diketahui dengan melihat serat-serat di dalamnya. Serat-serat inilah yang merupakan ciri khusus batu, Sebagian orang awam mengira bahwa batu asli itu pecah, tapi sebenarnya hanya serat-serat alami batu. Jarang sekali ditemukan batu permata alam yang bersih tanpa serat. 
  2. Cara kedua adalah dengan melihat fenomena yang ada pada batu permata. Misalnya Star atau Bintangnya, biasanya pada batu safir atau ruby terdapat star yang jelas. Biasanya dinamakan Fenomena.  
  3. Berat Jenis, Batu permata umumnya  besar dan tidak terikat perhiasan, kita dapat menguji keasliannya dengan mencari berat jenisnya, berat jenis dapat membedakan batu yang satu dengan yang lainnya. Atau Coba bandingkanlah permata asli dan tiruan, pasti permata asli lebih berat dari permata palsu.

Batu Permata Alami atau Sintetis ???
Anda kolektor atau penggemar batu permata ??, Kalau ya hati-hati dalam membeli batu permata karena banyak batu tiruan yang beredar di pasaran,  bahkan banyak pula batu tiruan yang terbuat dari gelas atau plastik.

Berikut ciri-ciri batu permata Alami dan batu Permata Sintetis.

Batu Permata Alami
  1. Warna biasanya terlihat tidak merata.
  2. Gosokan atau Bentuknya tidak sempurna, biasanya penggosok mengikuti bentuk asal saat ditemukan agar beratnya maksimal.
  3. Terdapat serat atau inklusi yang acak.
Batu Permata Sintetis
  1. Warna Artificial atau warna buatan yang merata bahkan terkesan berasal dari zat pewarna buatan.
  2. Kualitas gosokan atau kualitas bentuknya nyaris sempurna.
  3. Permata yang Transparan biasanya tidak terlihat serat sama sekali.

Nah itulah perbedaan antar batu permata yang Asli (alami) dengan batu sintetis (buatan), jangan keliru lagi yah ? Berdasarkan Survey batu permata yang beredar kebanyakan Sintetis bahkan ada yang terbuat dari  plastik atau kaca, waspadalah sebelum membeli.


KING SAFIR
King Safir sangat dikenal oleh para pecinta batu permata, batu permata jenis ini adalah type dari permata Sintetis, artinya dibuat dilaboratorium bukan terbentuk secara alami. Biasanya batu permata ini terbuat dari batu safir asli kemudian dipanaskan hingga mencair kemudian dibekukan.

Bahan material penyususunnya sama antara yang natural dengan yang Sintetis, sehingga bila diuji dengan alat elektronik tidak bisa dibedakan, hanya serat seratnya yang membedakan. 

King safir akan terlihat lebih jernih birunya dan merata, Jika dilihat dengan alat pembesar akan terlihat adanya gas burble atau gelembung gas.

Walaupun bahan dasar penyusunnya sama AL2 o3 , King safir harganya lebih murah daripada yang Natural. Karena king Safir harganya lebih murah dari yang Natural maka sebelum Anda membeli perlu dikenali batu yang Anda beli apakah Natural atau Sintetis.


Semoga Bermanfaat.

Read More..

Kamis, 25 Juli 2013

Dimana Letak Akal, Nafsu dan Ruh…?

Allah سبحانه و تعالى sebelum menciptakan manusia, telah terlebih dahulu menciptakan AQAL dan NAFSU, tertera dalam kitab durratun nasihin karangan syeh ustman bin hasan as syakir, dalam hadist qudsi di sebutkan, Saat Allah سبحانه و تعالى menciptakan Aqal, Allah سبحانه و تعالى mengajukan pertanyaan pada Aqal, Yaa ayyuhal aqli, man anta wa man ana, Wahai Aqal, siapakah kamu dan siapakah Aku?,
ketika menerima pertanyaan , “Siapa kamu dan siapa Aku?” aqal menjawab “Ana A’bdun wa anta Rabbun.” saya hambaMu Dan Engkau Tuhanku..

Di sisi lain, saat Allah سبحانه و تعالى menciptakan Nafsu, dan di ajukan pertanyaan yang sama, nafsu menjawab, Ana ana wa anta anta, Aku ya aku, dan kamu ya kamu, lantas Allah سبحانه و تعالى memasukkan ke neraka panas selama 1000 tahun, setelah itu nafsu di tanya lagi, namun tetap gak kapok juga dengan menjawab hal yang sama, lantas di masukkan ke neraka dingin selama 1000 tahun, setelah itu di tanya lagi, tetap juga sama jawabannya, lalu di masukkan ke neraka lapar selama 1000 tahun, lalu di angkat dan di tanya lagi, baru menjawab Ana abdun wa Anta Robbun.

Aqal adalah makhluq suci dengan fithrah Illahi, Aqal itu ibarat kusir yang mengendalikan nafsu.
Di manakah letak Aqal dan nafsu?

Aqal dan nafsu itu terletak di dalam QOLBU, qolbu dalam arti jasmani adalah organ jantung manusia, di terangkan dalam hadist nabi riwayat muslim,

Nabi bersabda : Ketahuilah, sesungguhnya dalam jasad terdapat segumpal daging, apabila dia baik maka jasad tersebut akan menjadi baik, dan sebaliknya apabila dia buruk maka jasad tersebut akan menjadi buruk, Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah “Qolbu” “. ( Hadis Riwayat Bukhori ).

Qolbu dalam bahasa arab artinya jantung, menurut Imam Al-ghozali, perenungan itu dilakukan mulai dari qolbu yang berpusat di dada, bukan dilakukan melalui pemikiran (al-fikri) dalam otak kepala.

Firman Allah :
46 أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا ۖ فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَـٰكِن تَعْمَىالْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ
afalam yasiiruu fii l-ardhi fatakuuna lahum quluubun ya’qiluuna bihaa aw aatsaanun yasma’uuna bihaa fa-innahaa laa ta’maa l-abshaaru walaakin ta’maa lquluubullatii fii shshuduur

[22:46] maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai qolbu, dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah qolbu yang di dalam dada.
QS. Al-hajj 22:46

Di jelaskan pada ayat di atas, bahwa qulub atau qolbun itu letaknya fis shuduur, di dalam dada, dan yang ada di dada itu adalah jantung (heart), bukan hati / liver, yang berada di bawah dada, di atas perut.

Dalam alqur’an di jelaskan. Bahwa sesungguhnya ILMU itu letaknya di jantung qolbun fis shuduur, ilmu itu mencakup Aqal dan Nafsu. Dalam jantung, ada syaraf-syaraf yang bersambung ke otak.

Otak ada dua bagian, yaitu otak kanan yang disebut EQ, tempat syaraf emosional, seperti marah, sedih, senang, takut, dll. DI sinilah yang menghubungkan dengan NAFSU yang berpusat di jantung.

Yang kedua yaitu otak kiri yang menghubungkan syaraf memory, kecerdasan, berfikir, daya ingat, rasional, yang disebut IQ pusat intelegensi, di sinilah PUSAT AQAL yang berhubungan dengan syaraf di jantung.

Jantung bukan sekedar pemompa energy yang berupa darah menuju ke otak, sebab jantung adalah pusat segala energy yang ada, detakan jantung itu tidaklah bekerja otomatis, tapi di kendalikan oleh Sang Maha Pengendali.

Saat manusia menforsir daya otak kiri-nya, maka jantung bereaksi, begitu juga jika perasaan cinta, benci, senang, sedih, di otak kanan bangkit, maka akan bereaksi pada jantung.

Imam ghozali berpendapat dengan dasar ayat alqur’an di atas, bahwa ILMU itu bukan di otak, tapi di dalam qolbu, penglihatan itu bukan pada mata, tapi di dalam qolbu, pendengaran itu bukan pada telinga, tapi di dalam qolbu, pembicaraan itu bukan pada mulut, tapi di jantung qolbu haqiqotun.

Otak, mata, telinga, mulut, itu hanyalah peralatan yang berupa RAGA, yang di kendalikan oleh AQAL dan NAFSU yang terletak dalam JANTUNG QOLBU.

Lalu apakah ruh itu ??
85 وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الرُّوحِ ۖ قُلِ الرُّوحُ مِنْ أَمْرِ رَبِّي وَمَا أُوتِيتُم مِّنَ الْعِلْمِ إِلَّا قَلِيلًا
wayas-aluunaka ‘ani rruuhi quli rruuhu min amri rabbii wamaa uutiitum mina l’ilmi illaa qaliilaa [17:85]

Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit”.
QS. al-isra 85

Alqur’an sendiri telah menegaskan, bahwa Ruh itu adalah urusan-Nya, Kita tidak tahu melainkan sedikit, sedikit bagi Allah سبحانه و تعالى akan pengetahuan manusia.

Ruh ibarat Energi, ruh dalam lafadz arab, berasal dari kata “riih” رياح yang maknanya angin.
Dalam ilmu pengetahuan eksak, gerakan angin itu terjadi karena reaksi energi elektromagnetic, yang terus bergerak, energi elektromagnetic ini dalam unsur atom di sebut elektron yang kita rasakan sebagai energi aliran listrik.

Dan ternyata, tiada satupun profesor di dunia yang dapat menjelaskan apakah listrik itu dengan paten, seperti halnya tiada seorang ulama’ yang dapat menjelaskan apakah ruh itu.
Yang kita tahu, hanyalah sebatas pengertian bahwa, ruh itu adalah energi yang dapat menghidupkan benda organik, sedangkan listrik itu adalah energi yang dapat menghidupkan benda anorganik.

Jadi, ruh itu bukanlah seperti di film atau gambar, yang berbentuk bayangan, atau asap, sungguh berlepas diri tentang hal itu.

Begitu juga listrik, bukan lah petir yang berapi, terang, seperti dalam gambar, itu hanyalah reaksi percikan api, yang panas, sedangkan listrik sendiri tidak berwarna, tidak terlihat, juga bukan kalor atau panas.

Kesimpulanya..
RAGA itu di kendalikan oleh AQAL dan NAFSU yang terletak dalam QOLBU yang dapat hidup karena ada RUH dengan KUASA الله سبحانه و تعالى

Wallahu’alam Bisshowab.

Read More..

Minggu, 09 Juni 2013

Rasulullah SAW Masih Hidup sampai Sekarang !!

Penjelasan bahwa Rasulullah Muhammad saw masih hidup setelah kewafatannya saya kutipkan dari kitab Tanwirul Halak karya Imam Suyuti. Berikut kutipan dari Kitab Tanwirul Halak: Imam al-Baihaqi telah membahas sepenggal kehidupan para nabi. Ia menyatakan dalam kitab Dalailun Nubuwwah: “Para nabi hidup di sisi Tuhan mereka seperti para syuhada.”

Abu Manshur ‘Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi mengatakan: “Para sahabat kami yang ahli kalam al-muhaqqiqun berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw hidup setelah wafatnya. Adalah beliau saw bergembira dengan ketaatan ummatnya dan bersedih dengan kemaksiatan mereka, dan beliau membalas shalawat dari ummatnya.” Ia menambahkan, “Para nabi as tidaklah dimakan oleh bumi sedikit pun. Musa as sudah meninggal pada masanya, dan Nabi kita mengabarkan bahwa beliau melihat ia shalat di kuburnya. Disebutkan dalam hadis yang membahas masalah mi’raj, bahwasanya Nabi Muhammad saw melihat Nabi Musa as di langit ke empat serta melihat Adam dan Ibrahim. Jika hal ini benar adanya, maka kami berpendapat bahwa Nabi kita Muhammad saw juga hidup setelah wafatnya, dan beliau dalam kenabiannya.”

Al-Qurtubi dalam at-Tadzkirah mengenai hadis kematian dari syeikhnya mengatakan: “Kematian bukanlah ketiadaan yang murni, namun kematian merupakan perpindahan dari satu keadaan kepada keadaan lain. Hal ini menunjukkan bahwa para syuhada (orang yang mati syahid) setelah kematian mereka, mereka hidup dengan diberikan rejeki, dalam keadaan gembira dan suka cita. Hal ini merupakan sifat orang-orang yang hidup di dunia. Jika sifat kehidupan di dunia ini saja diberikan kepada para syuhada (orang yang mati syahid), tentu para nabi lebih berhak untuk menerimanya.”
Benar, ungkapan yang mengatakan bahwa bumi tidak memakan jasad para nabi as. Hal itu terbukti bahwa Nabi Muhammad saw berkumpul dengan para nabi pada malam isra’ di Baitul Maqdis dan di langit, serta melihat Nabi Musa berdiri shalat di kuburnya. Nabi juga mengabarkan bahwa beliau menjawab salam dari orang yang mengucapkan salam kepadanya. Sampai hal yang lebih dari itu, di mana secara global hal tersebut bisa menjadi dasar penyangkalan terhadap kematian para nabi as yang semestinya adalah mereka kembali; gaib dari pada kita, hingga kita tidak bisa menemukan mereka, padahal mereka itu wujud, hidup dan tidaklah melihat mereka seorang pun dari kita melainkan orang yang oleh Allah diberikan kekhususan dengan karamah.

Abu Ya’la dalam Musnad-nya dan al-Baihaqi dalam kitab Hayatul Anbiya’ mengeluarkan hadis dari Anas ra: Nabi saw bersabda: “Para nabi hidup di kubur mereka dalam keadaan mengerjakan shalat.” Al-Baihaqi mengeluarkan hadis dari Anas ra: Nabi saw bersabda, “Sesungguhnya para nabi tidaklah ditinggalkan di dalam kubur mereka setelah empat puluh malam, akan tetapi mereka shalat di hadapan Allah SWT sampai ditiupnya sangkakala.” Sufyan meriwayatkan dalam al-Jami’, ia mengatakan: “Syeikh kami berkata, dari Sa’idbin al-Musayyab, ia mengatakan, “Tidaklah seorang nabi itu tinggal di dalam kuburnya lebih dari empat puluh malam, lalu ia diangkat.”
Al-Baihaqi menyatakan, atas dasar inilah mereka layaknya seperti orang hidup kebanyakan, sesuai dengan Allah menempatkan mereka. ‘Abdur Razzaq dalam Musnadnya meriwayatkan dari as-Tsauri, dari Abil Miqdam, dari Sa’id bin Musayyab, ia berkata: “Tidaklah seorang nabi mendiami bumi lebih dari empat puluh hari.” Abui Miqdam meriwayatkan dari Tsabit bin Hurmuz al-Kufi, seorang syeikh yang shaleh, Ibn Hibban dalam Tarikhnya dan Thabrani dalam al-Kabir serta Abu Nua’im dalam al-Hilyah, dari Anas ra berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang nabi pun yang meninggal, kemudian mendiami kuburnya kecuali hanya empat puluh hari.”
Imamul Haramairi dalam kitab an-Nihayah, dan ar-Rafi’i dalam kitab as-Syarah diriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda “Aku dimuliakan oleh Tuhanku dari ditinggalkannya aku dikubur selama tiga hari.” Imam al-Haramain menambahkan, diriwayatkan lebih dari dua hari. Abui Hasan bin ar-Raghwati al-Hanbali mencantumkan dalam sebagian kitab-kitabnya: “Sesungguhnya Allah tidak meninggalkan seorang nabi pun di dalam kuburnya lebih dari setengah hari.” Al-Imam Badruddin bin as-Shahib dalam Tadzkirahnya membahas dalam satu bab tentang hidupnya Nabi saw setelah memasuki alam bnrzokh. Ia mengambil dalil penjelasan Pemilik syari’at (Allah) dari firmanNya: “Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah, itu mati, bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rejeki,” (QS. Ali ‘Imran: 169).

Keadaan di atas menjelaskan tentang kehidupan alam barzakh setelah kematian, yang dialami oleh salah satu golongan dari ummat ini yang termasuk dalam golongan orang-orang yang bahagia (sn’ada’). Apakah hal-ikhwal mereka lebih tinggi dibandingkan dengan kedudukan Nabi saw? Sebab mereka memperoleh kedudukan semacam ini dengan barakah dan dengan sebab mereka mengikuti beliau, serta bersifat dengan hal yang memang selayaknya mereka memperoleh ganjaran kedudukan ini dengan syahadah (kesaksian), dan syahadah Nabi Muhammad saw itu merupakan paling sempurnanya syahadah. Nabi Muhammad saw bersabda: “Aku melewati Nabi Musa as pada malam aku dasra’kan berada di sisi bukit pasir merah, ia sedang berdiri shalat di kuburnya.”

Hal ini jelas sebagai penetapan atas hidupnya Musa as, sebab Nabi saw menggambarkannya sedang melakukan shalat dalam posisi berdiri. Hal semacam ini tidaklah disifati sebagai ruh, melainkan jasad, dan pengkhususannya di kubur merupakan dalilnya. Sebab sekiranya (yang tampak itu) adalah sifat-sifat ruh, maka tidak memerlukan pengkhususan di kuburnya. Tidak seorang pun yang akan mengatakan/berpendapat bahwa ruh-ruh para nabi terisolir (terpenjara) di dalam kubur beserta jasadnya, sedangkan ruh-ruh para su’ada’ (orang-orang yang bahagia/sentosa) dan kaum mukminin berada di surga.

Di dalam ceritanya, Ibn ‘Abbas menuturkan ra: “Aku merasa tidak sah shalatku sepanjang hidup kecuali sekali shalat saja. Hal itu terjadi ketika aku berada di Masjidil Haram pada waktu Shubuh. Ketika imam takbiratul ihram, aku juga melakukan hal yang sama. Tiba-tiba aku merasa ada kekuatan yang menarikku; kemudian aku berjalan bersama Rasuhdlah antara Mekkah dan Madinah. Kemudian kami melewati sebuah lembah. Nabi bertanya, “Lembah apakah ini?”Mereka menjawab, “Lembah Azraq.” Kemudian Ibn ‘Abbas berkata, “Seolah-olah aku melihat Musa meletakkan kedua jari telunjuk ke telinganya sambil berdoa kepada Allah dengan talbiyah melewati lembah ini. Kemudian kami melanjutlam perjalanan hingga kami sampai pada sebuah sungai kecil di bukit.” Ibn ‘Abbas melanjutkan kisahnya, “Seolah-olah aku melihat Nabi Yunus di atas unta yang halus, di atasnya ada jubah wol melewati lembah ini sambil membaca talbiyah.”

Dipertanyakan di sini, bagaimana Ibn ‘Abbas bisa menuturkan tentang haji dan talbiyah mereka, padahal mereka sudah meninggal? Dijawab: bahwasanya para syuhada itu hidup di sisi Tuhan mereka dengan diberikan rejeki, maka tidak jauh pula, jika mereka haji dan shalat serta bertaqarrub dengan semampu mereka, meskipun mereka berada di akhirat. Sebenarnya mereka di dunia mi, yakni kampungnya amal, sampai jika telah habis masanya dan berganti ke kampung akhirat, yakni kampungnya jaza’ (pembalasan), maka habis pula amalnya. Ini pendapat dari al-Qadhi Iyadh.

Al-Qadhi Iyadh mengatakan bahwa mereka itu melaksanakan haji dengan jasad mereka dan meninggalkan kubur mereka, maka bagaimana bisa diingkari berpisahnya Nabi saw dengan kuburnya, jika beliau haji, shalat ataupun isra’ dengan jasadnya ke langit, tidaklah beliau terpendam di dalam kubur.

Kesimpulannya dari beberapa penukilan dan hadis tersebut, bahwa Nabi saw hidup dengan jasad dan ruhnya. Dan beliau melakukan aktivitas dan berjalan, sekehendak beliau di seluruh penjuru bumi dan di alam malakut. Dan beliau dalam bentuk/keadaan seperti saat sebelum beliau wafat, tidak berubah sedikit pun. Beliau tidak tampak oleh pandangan sebagaimana para malaikat yang wujudnya adalah ada dan hidup dengan jasad mereka. Jika Allah berkehendak mengangkat hijab tersebut terhadap orang yang Dia kehendaki sebagai bentuk anugerah dengan melihat Nabi, maka orang tersebut akan melihat beliau dalam keadaan apa adanya (seperti saat beliau hidup) dan tidak ada sesuatu pun yang menghalangi dari hal tersebut serta tidak ada pula yang menentang atas pengkhususan melihat yang semisalnya. 

disadur dari mils Kitab Tanwirul Halak
Read More..

Siapakah AL-KHIDHDIR Alaihissalam ? (2)

Pembicaraan tentang al-Khidhir ’alaihis salam masih menjadi polemik di tengah umat Islam. Banyak cerita dan khurafat yang beredar seputarnya. Oleh karena itu, dalam tulisan kali ini, dipaparkan sejumlah argumentasi dan penjelasan yang mudah-mudahan bermanfa'at bagi kita semua dan kiranya dapat menjernihkan permasalahannya.

Al-Khidhir ’alaihis salam Nabi Atau Wali?

Jumhur ulama berbeda pendapat mengenai kenabian al-Khidhir dan terbagi kepada dua pendapat:

I. Ia Bukan Nabi Tapi Wali

Pendapat ini mengatakan, ia hanyalah seorang hamba yang shalih, 'alim dan diberi ilham, sebab Allah subhanahu wata’ala menyebutnya sebagai orang yang diberi ilmu, memiliki ibadah khusus, dan sifat-sifat baik lainnya sementara tidak menyebutkan bahwa ia seorang Nabi atau Rasul. Ada pun firman Allah subhanahu wata’ala di akhir kisah melalui ucapan al-Khidhir ’alaihis salam, yang artinya, "Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri." (QS.al-Kahf:82), maka ini tidak menunjukkan bahwa ia seorang nabi, tetapi menunjukkan adanya ilham dan pembicaraan. Hal ini dapat terjadi terhadap selain para nabi. Contohnya, seperti firman-Nya dalam surat an-Nahl, ayat 68, artinya, "Dan Rabbmu mewahyukan kepada lebah" dan firman-Nya dalam surat al-Qashash, ayat 7, artinya, "Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa."

Di antara ulama yang mengatakan pendapat seperti ini adalah al-Qurthubi rahimahullah (al-Qurthubi, XI: 28), Abu al-Qasim al-Qusyairi (ar-Risalah al-Qusyairiyyah, hal.161), al-Yafi'i (Nasyr al-Mahasin al-'Aliyah, hal.48-70) dan kebanyakan kaum Sufi!?

II. Ia Seorang Nabi

Ibn Katsir rahimahullah di dalam kitabnya, al-Bidayah Wa an-Nihayah mengatakan, "Alur kisah dalam ayat menunjukkan kenabiannya. Hal ini dapat dilihat dari bebeberapa aspek:

Pertama, Firman-Nya, artinya, "Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami." (QS. Al-Kahf: 65)

Ke dua, Ucapan Nabi Musa ’alaihis salam kepadanya, "Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu.” Dia menjawab, 'Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuat, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu.” Musa berkata, “Insya Allah kamu akan mendapatkanku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentang mu dalam sesuatu urusan pun. Dia berkata, 'Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkan nya kepadamu.” (QS. al-Kahf: 66-70)

Andaikata ia hanya seorang wali dan bukan Nabi, Musa ’alaihis salam tidak akan berbicara kepadanya seperti ini dan tidak akan memberikan jawaban seperti itu kepadanya. Akan tetapi Musa ’alaihis salam menawarkan untuk mendampinginya agar mendapatkan ilmu darinya yang telah dikhususkan Allah subhanahu wata’ala baginya, yang tidak dimiliki orang lain. Andaikata ia bukan seorang Nabi, tentulah ia bukan seorang yang ma'shum dan tentulah Musa ’alaihis salam yang merupakan Nabi agung, Rasul mulia yang wajib ma'shum tidak sedemikian menggebu-gebu untuk menuntut ilmu dari seorang wali yang tidak wajib ma'shum.

Manakala ia memiliki keinginan kuat untuk menemuinya dan mencari informasi tentangnya, sekalipun harus menempuh sekian masa sebelum 80 tahun lalu, kemudian tatkala bertemu dengannya, ia begitu merendahkan diri kepadanya, mengagungkan dan mengikutinya sebagai seorang yang ingin mendapatkan sesuatu yang bermanfa'at bagi dirinya; maka ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang Nabi yang diberi wahyu sebagaimana ia juga diberi wahyu. Ia telah diberi ilmu-ilmu agama dan rahasia-rahasia kenabian yang spesial, yang tidak ditampakkan Allah subhanahu wata’ala kepada Nabi Musa ’alaihis salam, padahal ia Kalimullah dan nabi Bani Israil yang mulia."

Ke tiga, al-Khidhir ’alaihis salam telah berani membunuh seorang bocah. Ini jelas karena adanya wahyu dari malaikat. Ini merupakan dalil tersendiri atas kenabiannya dan bukti yang jelas atas ke-ma'shuman-nya sebab seorang wali tidak boleh membunuh jiwa semata-mata hanya karena seruan hatinya sebab hatinya tidak wajib ma'shum. Seorang wali bisa saja memiliki kesalahan menurut kesepakatan para ulama. Manakala al-Khidhir ’alaihis salam berani membunuh bocah yang belum mencapai usia baligh karena ia tahu kelak bila sudah baligh, akan menjadi kafir dan menyeret kedua orang tuanya ke dalam kekufuran, karena cintanya kepada anaknya tersebut lantas mengikuti jalan yang ditempuhnya; Maka terdapat kemashlahatan besar untuk orang sepertinya demi menjaga kedua orangtuanya agar tidak terjerumus ke dalam kekufuran dan segala akibatnya. Ini semua menunjukkan kenabiannya dan bahwa ia telah diangkat oleh Allah subhanahu wata’ala dengan ke-ma'shuman.

Ke empat, tatkala al-Khidhir ’alaihis salam menjelaskan takwil tindakan-tindakan yang dilakukan Musa ’alaihis salam dan mendudukkan permasalahan yang sebenarnya serta mengupas dengan sejelas-jelasnya, ia berkata setelah itu,"Dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. "Yakni, tidaklah aku melakukan itu karena kemauan sendiri, tetapi aku diperintahkan dan diberi wahyu." (al-Bidayah, Juz.I, hal.328) Pendapat serupa juga didukung oleh al-Hafizh Ibn Hajar rahimahullah dalam bukunya 'az-Zahr an-Nadhir' dan pengarang buku tafsir 'Ruh al-Ma'ani'. Pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat ke dua dan merupakan pendapat Jumhur ulama (Ruh al-Ma'ani, Juz.V, hal. 92-93).

Apakah al-Khidhir ’alaihis salam Masih Hidup Hingga Kini?

Perbedaan pendapat mengenai hal ini masih terjadi, akan tetapi dalil-dalil membuktikan, bahwa ia telah wafat. Ini adalah pendapat kebanyakan ahli hadits, sebab tidak ada satu pun nash shahih yang dapat diandalkan. Sedangkan terkait dengan mimpi-mimpi, maka dalam masalah ibadah dan penetapan hukum-hukum tidak dapat dijadikan rujukan! Di antara para ulama yang berpendapat bahwa al-Khidhir ’alaihis salam telah wafat adalah Imam al-Bukhari, Ibrahim al-Harbi, Abu al-Hasan al-Munawi, Ibn al-Jauzi, Ibn Hazm azh-Zhahiri, Muhammad bin Abu al-Fadhl, 'Ali bin Musa ar-Ridha, al-Qadhi Abu Ya'la, Abu Bakar bin al-'Arabi, Abu Ya'la al-Farra', Abu Thahir al-'Ibadi, Abu Hayyan al-Andalusi dan banyak lagi.

Di antara dalil yang menegaskan telah wafatnya al-Khidhir ’alaihis salam adalah:

A). Andaikata al-Khidhir ’alaihis salam masih hidup, tentu tidak ada jalan baginya untuk menunda-nunda keberimanannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, mengikutinya, bermujahadah di hadapannya dan menyampaikan risalahnya. Ini adalah perjanjian yang diambil Allah subhanahu wata’ala dari seluruh para Nabi dan Rasul-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya, artinya, "Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi, “Sungguh, apa saja yang Aku berikan kepadamu berupa kitab dan hikmah, kemudian datang kepadamu seorang rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan bersungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.” Allah berfirman, “Apakah kamu mengakui dan menerima perjanjian-Ku terhadap yang demikian itu.” Mereka menjawab, “Kami mengakui.” Allah berfirman, “Kalau begitu saksikanlah (hai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu.” (QS. Ali 'Imran: 81).

B). Jumhur Muhaqqiqin (ulama peneliti) mengatakan bahwa al-Khidhir ’alaihis salam telah wafat, alasannya karena andaikata masih hidup, tentu ia pasti datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beriman kepadanya, mengikutinya agar menjadi bagian dari umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan tidak ada jalan baginya selain itu. Sebab Nabi 'Isa ’alaihis salam kelak bila turun di akhir zaman, akan berhukum dengan syari'at Islam, tidak keluar darinya dan tidak ada pilihan baginya sebab ia merupakan salah satu dari lima para nabi yang dijuluki Ulul 'Azmi dan penutup para Nabi dari kalangan Bani Israil.

C). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam haditsnya, "Andaikata Nabi Musa masih hidup, tentu tidak ada jalan baginya selain mengikutiku." Mengomentari hadits ini, para ulama mengatakan, "Seperti diketahui, tidak satu pun terdapat sanad Shahih atau pun Hasan yang menenteramkan hati menyebut kan bahwa ia pernah bertemu dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam satu hari atau ikut berperang bersama beliau dalam salah satu peperangannya. Indikasinya, pada hari Badar, saat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bermunajat memohon pertolongan Allah subhanahu wata’ala seraya berdoa, "Ya Allah bila golongan ini (kaum muslimin) dihancur kan, maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi setelah itu." Dalam golongan itu terdapat para pemuka dan tokoh kaum Muslimin, demikian juga dari kalangan malaikat, termasuk Jibril ’alaihis salam; andaikata al-Khidhir ’alaihis salam masih hidup, tentulah momentum paling mulia dan peperangan paling agung baginya adalah berada di bawah panji tersebut!

D). al-Hafizh Ibn al-Jauzi rahimahullah menyebut kan banyak dalil yang menyatakan al-Khidhir ’alaihis salam telah wafat dan tidak kekal di dunia ini, di antaranya firman-Nya, "Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum kamu (Muhammad)" (QS. al-Anbiya': 34). Dan firman-Nya dalam surat Ali 'Imran, ayat 81. Mengenai ayat ke dua ini, Ibn 'Abbas radhiyallahu ‘anhumengatakan, "Tidaklah Allah subhanahu wata’ala mengutus seorang Nabi melainkan mengambil perjanjian darinya. Jika ada yang diutus kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam saat beliau masih hidup, pastilah ia akan beriman kepadanya dan membantunya." Dan tentunya, al-Khidhir ’alaihis salam tidak terkecuali dari perjanjian (Mitsaq) ini.! Ibn al-Jauzi dalam bukunya 'Ajalatu al-Muntazhar Fi Syarh Halati al-Khidhir mengetengahkan dalil-dalil akal yang membantah klaim al-Khidhir ’alaihis salam masih hidup di dunia ini dari sepuluh sisi.

SUMBER: al-Khidhir Wa Atsaruhu, Baina al-Haqiqah Wa al-Khurafah karya Ahmad bin Abdul Aziz al-Hushain.
Read More..
Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda