Sesungguhnya wahyu telah terputus, sejak
wafatnya Rasulullah saw,. Tidak mungkin lagi Allah menurunkan wahyuNya kepada
seorangpun sebagai Nabi. Siapapun yang mengaku mendapatkan wahyu dari Allah ,dan
karenanya ia mengaku sebagai nabi atau membuat syariat baru, maka telah nyata
kedustaannya.
Berbeda dengan mimpi, mimpi bukanlah wahyu
yang pasti benar dan harus diikuti. Secara umum mimpi adalah bunga bunga tidur
manusia.Oleh sebab itu mimpi tidak bisa dijadikan
dasar syariat dalam hukum Islam.
Imam Qurtubi rah.a. di dalam tafsir menyatakan
bahwa mimpi termasuk salah satu bagian kenabian karena di dalamnya ada hal hal
yang melemahkan (lawan) dan tidak bisa terjadi (di alam nyata) seperti terbang,
merubah benda-benda, dan mengetahui sesuatu dari ilmu gaib sebagaimana nabi
saw., sesungguhnya tidak tersisa dari kabar kabar gembira kenabian kecuali mimpi
yang benar dalam tidur—Ringkasannya sesungguhnya mimpi yang benar berasal dari
Allah Ta’ala adalah hak. Ia memiliki takwil yang baik . terkadang sebagian
m,impitidak membutuhkan takwil. Di dalamnya terdapat keindahan dan kasih sayang
Allah Ta’ala yang menambah keimanan seorang mukmin. Dan diantara ahli agama
serta ahli ra’yi dan atsar yang hak, tidak ada perbedaan tentang hal ini dan tidak
ada yang mengingkari mimpi kecuali orang orang atheis dan segolongan kecil dari
kaum Mu’tazilah (tafsir Al-Qurthubi, surat yusuf 5)
Keterangan imam Qurthubi ini tidak perlu lagi
dijelaskan . yang tersisa adalah Bagaimanakah jika mimpi itu yang hak, maka
bagaimanakah hukum mengamalkannya ?
Imam Az-Zarkasyi dalam Ushul Fiqihnya;
Al-Bahrul Muhith menjelaskan masalah ini: dari Taqiyidin Ibnu Daqiqil Ied,
“apabila Rasulullah saw., memerintahkan suatu perintah, yang bertentengan dengan
perintah Beliau dalam keadaan jaga (di alam nyata) seperti perintah untuk
meninggalkan yang wajib atau yang sunnat, maka tidak boleh di amalkan. Dan
apabila beliau memerintahkan suatu perintah yang tidak bertentangan dengan
perintah beliau di kala jaga maka disunnahkan untuk mengamalkannya.
Syaikh Zakariya dalam Khashail Nabawi Syarah
Syamail Tirmizi menyatakan “siapa yang melihat Rasulullah saw. Dalam mimpinya
gambaran beliau adalah terpelihara dari gangguan syetan. Beliau sering bersabda,
“barang siapa melihatku dalam mimpinya, sebenarnya ia telah melihatku, karena
syetan tidak mampu menyerupaiku.” Dan barangsiapa yang bermimpi melihat
Rasulullah saw yang bertentangan dengan sifat beliau atau bertentangan dengan pribadi agung beliau atau melihat beliau
sakit atau sedih, dan sebagainya, atau beliau menyuruh melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan syariat atau tidak layak dengan derajat beliau, ini adalah
kesalahan, dan kesilapan orang yang bermimpi itu (bukan karena kekurangan
pribadi Rasulullah saw)
Para ulama ahli tafsir mimpi mengumpamakan
mimpi dengan cermin, bahwa jika kita melihat sesuatu di alam cermin merah, maka
benda yang kita lihat juga berwarna merah.dan jika di dalam cermin hijau, benda
yang terlihat juga hijau. Demikian seterusnya. Sesuai dengan cermin yang
berbeda, gambarnya juga berbeda. Oleh sebab itu, jika seseorang bermimpi melihat
Rasulullah saw, memang sebenarnya ia telah melihat beliau, tetapi sifat dan
gambaran yang dilihat tergantung pada pikiran dan pandangan orang itu sendiri.
Bagaimana cara seseorang itu melihat suatu masalah, demikianlah ia akan melihat
Rasulullah saw dalam mimpinya. Misalnya ahli sufi telah menulis jika seseorang
itu melihat Rasulullah saw menyuruh mengejar keuntungan duniawi, maka dalam hal
ini keburukan orang tersebut adalah sering lalai dan menurutkan hawa nafsu, hal
ini dipaparkan melalui mimpinya dan ia dikehendaki tidak tenggelam dalam urusan
duniawi.
Hadits-Hadits Mengenai Mimpi
Berikut ini adalah sebagian dalil yang
menunjukkan tentang mimpi, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah
saw.
Dari Abu Hurairah ra., Rasulullah saw
bersabda “Kini Nubuwwah tidak tersisa, kecuali Al-Mubasyiraat” para sahabat
bertanya “Apa Al-Mubasyiraat itu?” sabda beliau”Al-Mubasyiraat adalah mimpi yang
baik” (bukhari-misykatul mashabih 45,46) Ditambahkan oleh Malik dari riwayat
Atha’ bin Yasar, “yaitu mimpi yang dilihat oleh seorang muslim atau yang telah
diperlihatkan padanya.”
Dari Anas ra. Rasulullah saw bersabda, “mimpi
yang baik adalah 1/46 bagian dari Nubuwwah.”
At-Thibi berkata,”hal ini menunjukkan bahwa
mimpi yang saleh adalah bagian dari ilmu kenabian. Sedangkan kenabian sudah
tidak tersisa lagi, tetapi ilmunya yang tersisa (berlanjut). Demikian makna
hadits Nabi saw,”telah tiada kenabian, yang tersisa hanya Al-Mubasyiraat; mimpi
shalehah”
Bagian dari kenabian artinya termasuk akhlak
para nabi. Juga dikatakan mimpi itu sesuai dengan kenabian. Bukan karena bagian
yang tersisa dari kenabian yang sesungguhnya. Dikatakan 1/46 bagian dari
kenabian adalah karena zaman turunnya wahyu secara keseluruhan adalah 23 tahun,
dan masa itu dimulai dengan wahyu mimpi shalehah. Hal itu terjadi selama 6
bulan tahun-tahun wahyu. Dihitung dari semua itu maka mimpi terhitung 1/46
bagian.
Alimulama telah menyampaikan berbagai
pemahaman dalam hal ini. Ringkasnya, mimpi yang baik itu adalah rahmat dan
sebagian dari ciri Nubuwwah . itu suatu kehormatan, kehebatan dan rahmat bagi
orang tersebut. Hanya para nabi yang mengetahui serta memahami apakah hakekat
yang dimaksud dengan 1/46 Nubuwwah itu.
Dari Abu Qatadah ra., Rasulullah saw
bersabda, “mimpi yang baik datang dari Allah sedangkan mimpi yang tidak baik itu
datang dari syetan. Jika seseorang darimu melihat sesuatu yang disenanginya maka
jangan ia beritahukan mimpinya itu kecuali kepada orang yang dicintainya. Jika
seseorang melihat sesuatu yang tidak ia senangi maka berlindunglah kepada Allah
dari kejahatan dan jangan bicarakan kepada orang lain. Sedikitpun mimpinya iotu
tidak akan merugikannya”
Dari Jabir ra., Rasulullah saw bersabda “jika
salah seorang darimu bermimpi yang tidak menyenangkna baginya, maka ludahlah ke
kiri sebanyak tiga kali dan mohonlah perlindungan kepada Allah dari syetan
sebanyak tiga kali, kemudian berpalinglah dari arah yang tadi ia
bermimpi.”
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw bersabda
“jika telah mendekat masa tibanya hari kiamat, maka seorang mukmin hampir tidak
ada kebohongannya, mimpi yang baik yang dilihat oleh seorang mukmin temasuk 1/46
dari Nubuwwah , dan Nubuwwah itu sedikitpun tidak ada kebohongannya.’ Muhammad
bin Sirrin berkata “menurutku mimpi ada tiga macam, ada yang berupa ilusi, ada
yang dikarenakan ditakuti oleh syetan, ada pula berita gembira dari Allah. Siapa
yang bermimpi sesuatu yang tidak disenanginya, maka jangan ia ceritakan mimpinya
itu kepada seorangpun. Hendaknya ia segera bangun dan melakukan
shalat.”
Jabir ra berkata, “seseorang datang kepada
nabi saw dan berkata “aku bermimpi seolah-olah kepalaku dipenggal” Nabi saw
tertawa mendengarnya lalu bersabda “jika syetan mempermainkan salah seorang
darimu dalam tidurnya, maka jangnalah ia ceritakan kepada orang lain”
Dari Abu Razin Al-Ukaili ra, Rasulullah saw
besabda, “mimpi baik seorang mukmin termasuk 1/46 kenabian. Ia akan berada di
atas kaki burung yang terbang selama mimpi baiknya itu belum ia bicarakan dengan
orang lain, tetapi jika mimpinya itu telah dibicarakan ke orang lain, maka ia
akan terjatuh.” Kata Abu Razin “Atau beliau bersabda “jangan ceritakan mimpi
yang baik itu, kecuali kepada orang yang ia cintai atau orang yang
mengerti”
Dari Abu Umar ra, Rasulullah bersabda
“Termasuk dusta yang terbesar adalah seseorang yang mengaku bermimpi melihat
sesuatu, padahal ia tidak bermimpi.”
Dari Abu Sa’id ra, bahwa nabi saw bersabda
“mimpi yang paling benar adalah yang terlihat pada waktu sahur”
Mimpi melihat Rasulullah saw
Dari abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah saw
bersabda “siapa yang bermimpi melihat akudi dalam tidurnya, maka benar-benar ia
telah melihatku, sesungguhnya syetan tidak dapat menyerupai diriku”
Hadits-hadits yang semakna dengan hadits di
atas juga diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, Abu Malik Al-Asyja’i, Abu Qatadah,
dengan riwayat Tirmidzi,. Maksudnya barangsiapa melihat nabi saw dalam mimpinya,
maka sesungguhnya ia telah melihat Rasulullah saw yanfg sesungguhnya secara
sempurna. Tidak ada penyerupaan dantidan ada keraguan atas apa yang dilihatnya
dalam mmpi itu, dan menunjukkan apa yang diucapkannya itu. Sesungguhnya ia telah
melihat yang hak, atau ia telah melihat kebenaran.
Syaikhul Hadits berkata “sebagaimana Allah
memelihara Rasulullah saw pada saat beliau hidup, juga memelihara beliau setelah
beliau wafat dan syetan tidak dapat menyerupai beliau. Ini adalah ketetapan
Allah. Satu permasalahan mungkin mncul, apakah yang dilihat itu benar-benar
jasad Rasulullah saw? Yaitu orang yang melihat itu mampukah ia melihat
Rasulullah saw dalam bentuk asli atau hanya melihat gambarannya? Misalnya ada
orang duduk di sisi cermin dan gambarnya dapat dilihat oleh orang lain yang
berada jauh sedikit, tetapi orang yang berada di dalam cermin itu tidak dapat
dilihat karena terhalang. Para sufi berpendapat bahwa Rasulullah saw dapat
dilihat dalam kedua keadaan tersebut. Ada orang yang melihat Rasulullah saw
dalam bentuk asli dan orang yang hanya melihat gambar Rasulullah saw. Oleh sebab
itu jika kita melihat Rasulullah dalam bentuk lain (gambaran) kita adalah
seperti cermin bagi Rasulullah saw.
Penyusun Khasail Nabawi berkata satu
permasalahan mungkin muncul, yaitu pada saat manusia banyak di berbagai tempat
dan diberlainan negara melihat Rasulullah Saw, pada masa yang sama dalam mimpi.
Bagaimanakah Rasulullah saw, dapat berada diberbagai tempat pada waktu yang
sama ?.
Itu tidak heran karena Rasulullah saw tidak
perlu berada di berbagai tempat itu dalam suatu masa, agar manusia melihatnya,
tetapi mungkin manusia diberbagai tempat itudapat melihat beliu di satu tempat
dalam waktu yang sama. Seperti matahari berada disuatu tempat dan banyak manusia
diberbagai tempatyang berjauhan melihatnya. Dan juga apa jenis kaca mata yang
dipakai untuk melihat maatahari; merah, hijau, dan sebagainya, karena matahari
itu tetap dengan bentuk dan warna asalnya.
Dari Abu Hurairah ra, Rasulullah bersabda , “
siapa yang melihatku didalam tidurnya, maka ia telah melihatku ketika ia terjaga
dan tidak dapat menyerupauku”.
Qdhi izaz berkata, “artinya seseorang itu
melihatnya atas sifat-sifat beliau yang telah diketahui pada masa hidupnya
seandainya yang dilihat adlah sesuatu yang bertentangan opleh baliau
makamimpinya itu bermakna takwil bukan hakiki. Dan ini akan lemah, akan benar
apabila ia melihat sama antara sifat beliau yang telah atau pun yang selain nya.
Allah telah mengistimewakan nabi saw., yaitu siapa yang bermimpi melihatnya itu
adalah benar.semuanya benar dan syetan tidak dapat menyerupainya, yaitu agar
syetan tidak dapat berbohong dengan lisan nya ketika orang tidur. Sebagai mana
menjadi kebiasaan Allah yang telah memberikan mukjizat kepada para nabi as., dan
sebagaimana syetan tidak dapat menyerupai sosok nabi saw. Ketika jaga seandainya terjadi, maka akan tercampur yang hak dan batil.”
Mimpi para sahabat ra.
Selain rasulullah saw sendiri yang kerap
menceritakan mimpi-mimpinya kepada para sahabatnya kadang kala para sahabatnya
yang menceritakan mimpinya kepada rasulullah saw.. diantaranya adalah sebagai
berikut;
Dari ummu ala al-ansyariah “aku bermimpi ;
utsman bin mazh’un diberi sebuah mata air yang terus m,engalir. Kitika ku
ceritakan mimpi itu kepada nabi saw beliau bersabda, “itu adalah amaln utsaman
bin mazh’un yang terus dialirkannya.
Dari ibnu huzainah bin tsabit, dari pamannya
; abu huzainah ra., bahwa ketika ia bermimpi ia bersujud diatas dahi
rasulullahsaw., mimpi itu ddisampaikan kepada beliau, rasulullah saw segera
berbaring telentang seraya berkata benarkan mimpimu itu” maka abu huzaimah
segera bersujud diatas dahi nabi saw.”
Wallahu a'lam.
(di sadur dari berbagai sumber)