kompasiana.com
Di Indonesia, suasana
berbeda seringkali terjadi pada hari-hari terakhir bulan Sya’ban.
Hari-hari tersebut biasanya dimanfaatkan oleh kaum muslimin untuk
berziarah, baik menziarahi makam anggota keluarga yang telah
mendahului, maupun ke makam ulama dan para wali Allah. Suasana tersebut
juga dirasakan di Kota Palembang. Tiap
tahun menjelang bulan suci Ramadhan, kota Palembang akan dibanjiri
ulama, habaib dan kyai dari penjuru tanah air dan luar negeri yang
menyempatkan diri untuk menghadiri Haul dan Ziarah Kubra Ulama dan
Auliya Palembang Darussalam, yang biasanya rutin dilaksanakan setiap
tahun.
Acara
Ziarah Kubra merupakan salah satu tradisi turun temurun, terutama
bagi kaum Alawiyyin maupun muhibbin yang bermukim di kota Palembang.
Acara ini juga melibatkan keluarga Kesultanan Palembang Darussalam
mengingat eratnya hubungan kekeluargaan antara kaum Alawiyyin dengan
para sultan di Kesultanan Palembang Darussalam. Salah satu
tujuan dilakukan ziarah ini adalah untuk mengenang dan meneladani para
ulama yang telah melakukan syiar Iislam di kota Palembang. Kegiatan
ini dilaksanakan dengan berjalan kaki, membawa umbul-umbul yang
bertuliskan kalimat tauhid, dan juga disemarakkan dengan tetabuhan
hajir marawis dan untaian kasidah.
Biasanya, rangkaian pertama dari
Ziarah Kubra ini adalah diawali dengan haul Al-Habib Abdullah bin Idrus
dan Al-Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-bin Hamir. Haul ini
dilaksanakan di perkampungan Alawiyyin Sungai Bayas Kelurahan Kuto Batu
Palembang.
Menurut sejarah, perkampungan Sungai Bayas ini sudah ada sejak 300 tahun
lalu. Kampung ini merupakan pemukiman awal para ulama dari Hadramaut
(Yaman), yang menyebarkan ajaran Islam di Palembang dan daerah lain di
Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam. Kini para keluarga ulama itu
menetap di perkampungan di sekitar Sungai Bayas, antara lain Kampung
Muaro, 10 Ilir, 13 Ilir, Lawang Kidul, dan Al-Fakhru. Sementara di
seberang ulu, antara lain Kampung As-Seggaf, Al-Kaaf, Al-Munawar,
Al-Habsyi, Kenduruan, dan Sungai Lumpur.
Pemakaman Pangeran Syarif Ali
Pemakaman Pangeran Syarif Ali
Setelah dari Sungai Bayas, para
peziarah melanjutkan perjalanan menuju pemakaman Pangeran Syarif Ali di
Kelurahan 5 Ilir (jaraknya sekitar satu kilometer). Al-Habib Pangeran
Syarif Ali, dilahirkan di Palembang pada tahun 1795 M, dari seorang
ibu yang bernama Syarifah Nur binti Ibrahim bin Zaid bin Yahya. Adapun
ayahnya Habib Abubakar dilahirkan di kota Inat, Hadramaut. Habib
Abubakar datang ke kota Palembang bersama ayahnya yaitu Habib Sholeh
bin Ali sekitar tahun 1755. Setelah itu Habib Sholeh kembali ke
Hadramaut dan meninggal di kota Inat.
Al-Habib Pangeran Syarif Ali |
Di samping mendapatkan pendidikkan
agama dari ayahnya, Syarif Ali juga banyak menimba ilmu agama dari
para habib baik dari kota Palembang maupun Hadramaut. Dan memasuki usia
dewasa, beliau giat melakukan pelayaran niaga, terutama ke Kalimatan
dan Jawa dengan menaiki kapal kayu sederhana (Pinisi). Dari pergaulan
yang luas dengan para pembesar kesultanan, Syarif Ali memperoleh
pengalaman diplomatik. Pernah suatu ketika Syarif Ali mendapat misi
khusus ke Kalimatan untuk keperluan Sultan Husin Dhiauddin. Karena
misi tersebut berhasil dengan baik, Sultan menikahkannya dengan salah
seorang putrinya yang bernama Laila. Dari perkawinan inilah Syarif Ali
diberi gelar Pengeran. Pengeran Syarif Ali wafat pada tanggal 27
Muharram 1295 H/ 1877 M.
Suasana di sekitar pemakaman Pangeran Syarif Ali |
Selain makam Habib Pengeran Syarif
Ali dan keluarganya, di sini juga dimakamkan Habib Umar bin Alwi bin
Syahab yang merupakan ipar dari Pangeran Syarif Ali. Beliau dimakamkan
tepat di sebelah makam Pangeran Syarif Ali. Habib Umar adalah seorang
ulama yang banyak menyebarkan agama Islam ke pelosok-pelosok
terpencil. Beberapa suku adat di Palembang masuk Islam berkat
pelantaran beliau, terutama di pesisir Sungai Musi, antara lain daerah
Pegayut, Pemulutan, Muara Enim, Lingkis, Ulak Temago, Suko Darmo,
bahkan sampai saat ini banyak keturunannya tinggal di daerah Bungin
Kiaji yang lebih dikenal dengan Desa Pegayut.
Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep
Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep |
Perjalanan kemudian di lanjutkan ke
Pemakaman Kesultanan Kawah Tengkurep yang terletak di Kelurahan 3 Ilir
Boom Baru (sekitar 1,5 kilometer dari pemakaman Pangeran Syarif Ali).
Pemakaman ini dibangun pada tahun 1728 M oleh Sultan Mahmud Badaruddin I
(1724-1758), yaitu seorang pemimpin yang arif dan bijaksana, serta
seorang seorang ulama yang hafal Al-Our’an. Di dalam pemerintahnya,
Sultan Mahmud Badaruddin I banyak mengadakan musyawarah terutama dengan
para habaib. Ia pun memiliki guru-guru agama dari kalangan habaib.
Bahkan hampir semua putrinya dinikahkan dengan habaib.
Adapun Imam Kubur (istilah untuk
penasehat agama kesultanan yang biasanya dimakamkan bersebelahan
dengan para sultan) dari Sultan Mahmud Badaruddin I yaitu Al-‘Arif
Billah Al-Habib Abdullah bin Idrus Al-Idrus. sedangkan habib lainnya
yang dimakamkan di Pemakaman Kawah Tengkurep, antara lain adalah
Al-‘Arif Billah Al-Habib Abdurrahman bin Husin Al-Idrus (Maula Taqooh)
yang merupakan Imam Kubur Sultan Ahmad Najamuddin (1758-1776 M),
Al-‘Arif Billah Al-Habib Muhammad bin Ali Al-Haddad (Datuk Murni) yang
merupakan Imam Kubur Sultan Mahmud Bahauddin (1776-1803 M), Al’Arif
Billah A-Habib Muhammad bin Yusuf Al-Angkawi, Al-‘Arif Billah Al-Habib
Agil bin Alwi Al-Madihij (Penghulu Al-Madihij di Palembang), serta
Al-‘Arif billah Muhammad dan Habib Ahmad bin Idrus Al-Habsyi yang
merupakan ayah dan kakek dari Habib Nuh Al-Habsyi (Keramat Tanjung
Pagar, Singapura). Selain itu di sini juga dimakamkan seorang waliyah
bernama Hababah Sidah binti Abdullah bin Agil Al-Madihij. Dikisahkan
bahwa ia pernah bertemu dengan Rasululah SAW secara yaqozoh (dalam
keadaan sadar) dengan iringan tetambuhan rebana dan aroma harum
wewangian, sehingga seluruh perkampungan di sekitar rumahnya pun dapat
mendengar suara tabuhan rebana tersebut.
Pemakaman Kambang Koci
Komplek Pemakaman Kambang Koci |
Rute para peziarah berakhir di Pemakaman Kambang Koci. Lokasi pemakaman
ini bersebelahan dengan Pemakaman Kawah Tengkurep (sekitar 200
meter). Konon, pada tahun 1151 H/ 1735 M, Sultan Mahmud Badaruddin 1
mewakafkan sebidang tanah yang cukup luas untuk pemakaman anak cucu
serta menantunya. Tanah pemakaman tersebut dinamakan Kambang Koci, yang
berasal dari kata kambang (kolam) dan sekoci (perahu), karena jauh sebelumnya tempat itu merupakan tempat pencucian perahu.
Beberapa penghulu habib yang dimakamkan di sini antara lain :
- Al-‘Arif Billah Al-Habib Syech bin Ahmad bin Syahab yang merupakan ulama besar pada masanya dan dikarenakan kedekatannya dengan Sultan Mahmud Badaruddin 1, ia dianugerahi tanah yang sangat luas dari daerah Kuto sampai Kenten, yang di antara lain ia wakafkan sebagai tanah pemakaman kaum alawiyyin Palembang serta tanah wakaf Masjid Daarul Muttaqien.
- Al-‘Arif Billah Al-Habib Ibrahim bin Zein bin Yahya (wafat 1790 M), merupakan seorang ulama besar yang memahami banyak masalah Ilmu Fiqh, beliau adalah menantu Sultan Mahmud Badaruddin I yang beristrikan Raden Ayu Aisyah binti Sultan Mahmud Badaruddin I. Al-‘Arif Billah Al-Habib Alwi bin Ahmad Al-Kaaf yang dikenal sebagai seorang Wali Quthb.
- Habib Abdullah bin Salim Al-Kaaf yang merupakan seorang ulama besar sekaligus pengusaha sukses. Beliaulah yang mambangun Masjid Sungai Lumpur pada tahun 1287 H yang berlokasi di 11 Ulu Palembang.
- Habib Abdullah bin Ali Al-Kaaf yang merupakan seorang wali mastur (tersembunyi). Adapun keturunannya yang banyak menjadi orang sholeh dan ulama besar antara lain Habib Abdurrahman bin Ahmad Al-Kaaf (Jeddah) dan Habib Abdullah bin Ahmad Al-Kaaf (Jakarta).
Mengingat banyaknya para wali yang dimakamkan di Pemakaman Kambang Koci
serta di beberapa pemakaman lainnya di kota Palembang, maka banyak
dari pemuka habaib dari Hadramaut menyebut Kambang Koci sebagai Zanbal (pemakaman para wali di Kota Tarim, Hadhramaut)-nya Palembang. Sementara Kota Palembang sendiri sempat dijuluki sebagai Hadramaut Tsani alias Hadramaut Kedua, karena banyak para ulama yang menetap dan beranak-pinak di kota ini.
(Dari berbagai sumber)