Dalam menghadapi hidup perlu ketulusan. Ya, memang hidup ini penuh dengan masalah. Tetapi seberat apapun masalah itu, kita perlu ketulusan untuk menghadapinya. Ketulusan itulah yang diajarkan pada kita lewat Serat Wulangreh Pupuh Mijil.
Serat Wulangreh adalah karya Jawa Klasik berbentuk puisi tembang macapat, yang ditulis oleh Susuhunan Paku Buwono IV tahun (1768-1920).
Di serat itulah kita diajari bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan. Setiap manusia ini diberi kodrat hidup di dunia ini sebagai seorang ksatria. Yang dimaksud Ksatria adalah seseorang yang harus berani menghadapi hidup meskipun berat ataupun ringan, walaupun dijaman keemasan atau jaman resesi ekonomi. Kita semua sebagai ksatria wajib untuk menjalani kodrat hidup yang sudah digariskan GUSTI ALLAH hingga akhir cerita kehidupan dan kembali kepadaNYA.
Seperti dalam bait 1 Serat Wulangreh Pupuh Mijil tersebut yang berbunyi :
1. Pomo kaki padha dipun eling
ing pitutur ingong
sira uga satriya arane
kudu anteng jatmika ing budi
luruh sarta wasis
samubarang tanduk
(Oleh karena itu saudara, harap diingat
tentang pitutur luhur
Kamu juga disebut Ksatria
Harus tenang dalam budi
lurus dan memahami
semua tindak-tanduk)
Apa saja tugas dari Ksatria? Hal itu dilanjutkan pada bait ke-2.
2. Dipun nedya prawira ing batin
nanging aja katon
sasona yen durung masane
kekendelan aja wani manikis
wiweka ing batin
den samar ing semu
(Carilah Keperwiraan dalam batin
Tapi jangan sampai kelihatan
Kalaupun jika belum masanya
Diamlah jangan berani berucap
Simpanlah dalam batin
jangan salah dalam semu)
Dilanjutkan dengan nerimo terhadap pemberian dari GUSTI ALLAH lewat bait ke 3.
3. Lan dimantep mring panggawe becik
lawan wekas ingong
aja kurang iya panrimane
yen wis tinitah marang Hyang Widhi
ing badan punika
wus pepancenipun
(Mantaplah dalam berbuat kebaikan
dan juga pesan dari leluhur
janganlah kurang dalam menerima
kalau sudah digariskan oleh Hyang Widhi
dalam tubuh ini
itu sudah kenyataannya)
Orang berlaku nerimo itu digolongkan dalam 2 kategori. Apa saja itu? Bisa kita simak dari Bait ke 4.
4. Ana wong narima ya titahing mapan dadi awon
lan ana wong narima titahe wekasane iku dadi becik
kawruhana ugi aja seling surup.
(Ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya menjadi buruk
dan ada orang yang nerimo yang digariskan, akhirnya jadi baik
ketahuilah itu juga, jangan sampai salah)
Bagaimana kriteria dua kategori nerimo itu? Kita lanjutkan dengan jawabannya pada bait ke-5, 6 dan 7.
5. Yen wong bodho datan nedya ugi
atakon tetiron
anarima titah ing bodhone
iku wong narima nora becik
dene ingkang becik
wong narima iku
(Kalau orang bodoh tidak mencari dan juga
tidak bertanya
nerimo titah kebodohannya
itu berarti orang yang nerimo tidak baik
sedangkan yang baik
orang nerimo itu
6. Kaya upamane wong angabdi
marang sing Sang Katong
lawas-lawas ketekan sedyane
dadi mantri utawa bupati
miwah saliyaneng
ing tyas kang panuju
(Seperti misalnya orang yang mengabdi
terhadap yang Sang Katong (GUSTI ALLAH)
lama sekali permintaannya terwujud
jadi mantri atau bupati
terhadap yang selain
keinginan yang dituju
7. Nuli narima tyasing batin
tan mengeng ing Katong
rumasa ing kani matane
sihing gusti tumeking nak rabi
wong narima becik kang mangkono iku
(Lalu nerimo keinginan bathin
dan tidak mencaci terhadap Katong (GUSTI ALLAH)
merasakan kenikmatannya
kasih Gusti terhadap anak dan istri
itulah orang yang nerimo baik
Itulah kriteria dari 2 kategori nerimo buruk dan baik. Tetapi serat tersebut juga mengingatkan di bait ke-8,9 dan 10.
8. Nanging arang iya wong saiki
kang kaya mangkono
Kang wus kaprah iyo salawase
yen wis ana lungguhe sathithik
apan nuli lali
ing wiwitanipun
(Tetapi jarang orang sekarang
yang seperti itu
yang sudah salah kaprah itu selamanya
yang sudah ada pengetahuan sedikit
lalu kemudian lupa
terhadap awalnya)
9. Pangrasane duweke pribadi
sabarang kang kanggo
datan eling ing mula mulane
witing sugih sangkane amukti
panrimaning ati
kaya anggone nemu
(Dalam rasa yang ada hanya miliknya pribadi
semua yang dipakai
tidak diingat darimana awalnya
kalau kaya disangkanya kejayaaan
dari nerimo ati
sepeti menemukan sesuatu)
10. Tan ngrasa kamurahaning Widdhi
jalaran Sang Katong
jaman mengko ya iku mulane
arane turun wong tuwa tekweng
kardi tyase Sariah
kasusu ing angkuh
(Tidak merasa kemurahan Widdhi
karena Sang Katong (GUSTI ALLAH)
Jaman mendatang ya itu mulanya
disebut sudah turun menjadi orang tua
tetapi masih syariat
terburu-buru dalam keangkuhannya).
Begitulah dari 10 bait yang ada di Wulangreh pupuh Mijil itu. Jadi, bisa disimpulkan kalau kita berbicara nerimo ing pandum (menerima yang telah diberikan) GUSTI ALLAH, kita masuk dalam kategori yang baik atau yang buruk? Hanya kita pribadi yang bisa mengetahuinya.
Sumber : http://kawruh-kejawen.blogspot.com/