AL-KINDI (800-873M) : Beliau ialah Abu Yousouf Yaqub Ibnu Ishaq al-Kindi dan lebih dikenali dengan nama al-Kindi. Dilahirkan di Kufa, Iraq sekitar tahun 800 Masihi. Sumbangan al-Kindi: Beliau telah berjasa mengembangkan ilmu falak pada zaman Khalifah al-Ma’mun, al-Mu’tasim dan al-Mutawakkil, Bani Abbasiyah di Baghdad. Beliau pernah bertugas bersama-sama Al-Khawarizmi dan pernah menjadi guru peribadi anak Khalifah al-Mu’tasim. Al-Kindi juga disenaraikan salah seorang ahli falak yang amat berjasa dalam dunia astronomi.
Diantara hasil kerja beliau ialah kajian tentang optik, gelombang, monograf pasang surut, peralatan astronomi, ruang dan waktu dan kaedah penghitungan untuk bulatan. Al-Kindi juga adalah seorang ahli matematik yang agung. Beliau telah mengulas dan menerangkan tentang manuskrip pernomboran India, kesepaduan angka, garis dan pendaraban nombor, quantiti bandingan, kira-kira perkadaran dan masa, kaedah-kaedah pengangkaan dan pembatalan dalam satu ungkapan persamaan dan teori keselarian.
Karya-karya al-Kindi :
Al-Kindi telah menulis 16 buah buku berkenaan falak, fizik 12 buah, arithmatik 11 buah dan geometri 32 buah. Diantara tajuk buku-buku beliau ialah Tanjim Ikhtiya-rat al-Ayyam, Ilahyat-e-Aristu, al-Mosiqa, Mad-o-Jazr dan Aduiyah Murakkaba.
Ringkasan Biografi Intelektual
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama suku Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir seorang penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya, Ishaq, adalah gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan al-Rasyid (786-809).
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof Yunani di dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk mengajar di Baitul Hikmah. Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup dalam atmosfer intelektualisme yang dinamis saat itu, khususnya di Baghdad dan Kufah, yang berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan : filsafat, geometri, astronomi, kedokteran, matematika, dan sebagainya. Al-Kindi tidak hanya dikenal sebagai penerjemah, tetapi juga menguasai beragam disiplin ilmu lainnya, seperti kedokteran, matematika, dan astronomi.
Al-Kindi berhasil mengubah sekaligus mengembangkan beberapa istilah yang menarik perhatian para filosof sesudahnya, seperti : kata al-jirm menjadi al-jism; kata at-tawahhum (imaginasi) menjadi at-takhayyul; kata at-thīnah menjadi al-maddah; dsb.
Ketika khalifah al-Mutawakkil memerintah, mazhab resmi negara (yang sebelumnya menganut mazhab/aliran Mu’tazilah) diganti menjadi Asy’ariyah. Dua orang putra Ibnu Syakir, Muhammad dan Ahmad, mencoba menghasut al-Mutawakkil dengan mengatakan bahwa orang yang mempelajari filsafat cenderung kurang hormat pada agama. Al-Mutawakkil kemudian memerintahkan agar al-Kindi didera dan perpustakaannya yang bernama Kindiyyah disita (meski kemudian dikembalikan). Al-Kindi meninggal pada 866 M/252H.
Ringkasan Pemikiran Filsafat.
Menurut al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama di samping sebagai wahyu juga menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. [dari penulis] Di dalam al-Qur`an disebutkan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda [ayat] bagi kaum yang berakal; yaitu mereka yang ber-dzikir dalam keadaan berdiri dan duduk dan mereka yang ber-tafakkur dalam penciptaan langit dan bumi…” (Q.S. ). Yang benar pertama (al-Haqq al-Awwal) adalah Tuhan. Dalam hal ini, filsafat juga membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan (seperti filsafat skolastik). Bagi al-Kindi, orang yang menolak filsafat bisa dianggap kafir, karena dia telah jauh dari kebenaran, meskipun dirinya menganggap paling benar.
Jika terjadi pertentangan antara nalar logika dengan dalil-dalil agama dalam al-Qur`an, mestinya ditempuh dengan jalan ta`wil (interpretasi, kontekstualisasi, atau rasionalisasi atas teks-teks keagamaan). Hal ini karena dalam bahasa (termasuk bahaa Arab), terdapat dua makna : makna hakiki (hakikat, esensi) dan makna majazi (figuratif, metafora).
Namun demikian, menurut al-Kindi, memang terdapat perbedaan dari segi sumber data (informasi) antara agama dan filsafat. Agama diperoleh melalui wahyu tanpa proses belajar. Sedang filsafat diperoleh melalui proses belajar (berpikir dan berkontemplasi). Sedang dari segi pendekatan dan metode, agama dilakukan dengan pendekatan keimanan, sedang filsafat dilakukan dengan pendekatan logika.
Al-Kindi juga menyinggung soal jiwa manusia. Menurutnya, jiwa tidak tersusun, substansinya adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan. Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih dekat dengan pandangan Plato yang mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan badan bercorak accidental (al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.
Menurut al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya :
1) jiwa bernafsu (al-quwwah asy-syahwaniyyah);
2) jiwa memarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah); dan
3) jiwa berakal (al-quwwah al-‘aqilah).
Selama ruh (jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan kebahagiaan hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam akal” di atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan dapat melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika ruh itu kotor, ia akan pergi terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri, Mars, dan seterusnya hingga Pluto; kemudian terakhir akan menetap ke dalam “alam akal” di lingkungan cahaya Tuhan. Di sanalah jiwa akan kekal abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang berbuat durhaka dan kejahatan di dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari cahaya Tuhan sehingga dia akan sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan, jiwa (ruh) yang dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya Tuhan dan akan hidup bahagia di sisi-Nya.
Demikian sekilas tentang al-Kindi, filosof muslim pertama yang telah berjasa memberi tansformasi intelektual bagi umat Islam dan peradaban manusia. Semoga ringkasan ini bisa memberi ‘warna lain’ bagi pencerahan intelektual dan kedewasaan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.
Sumber : http://en.wikipedia.org/
Diantara hasil kerja beliau ialah kajian tentang optik, gelombang, monograf pasang surut, peralatan astronomi, ruang dan waktu dan kaedah penghitungan untuk bulatan. Al-Kindi juga adalah seorang ahli matematik yang agung. Beliau telah mengulas dan menerangkan tentang manuskrip pernomboran India, kesepaduan angka, garis dan pendaraban nombor, quantiti bandingan, kira-kira perkadaran dan masa, kaedah-kaedah pengangkaan dan pembatalan dalam satu ungkapan persamaan dan teori keselarian.
Karya-karya al-Kindi :
Al-Kindi telah menulis 16 buah buku berkenaan falak, fizik 12 buah, arithmatik 11 buah dan geometri 32 buah. Diantara tajuk buku-buku beliau ialah Tanjim Ikhtiya-rat al-Ayyam, Ilahyat-e-Aristu, al-Mosiqa, Mad-o-Jazr dan Aduiyah Murakkaba.
Ringkasan Biografi Intelektual
Nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi. Dia lahir di Kufah, Irak, pada 801 M/185 H. Gelar al-Kindi dinisbatkan pada nama suku Kindah di wilayah Arabia Selatan. Dari suku Kindah ini pula, lahir seorang penyair besar bernama Imra`ul Qais (w. ± 540 M). Ayahnya, Ishaq, adalah gubernur Kufah di masa pemerintahan al-Mahdi (775-785) dan al-Rasyid (786-809).
Al-Kindi adalah filosof Arab pertama yang memelopori penerjemahan sekaligus mengenalkan tulisan atau karya-karya para filosof Yunani di dunia Islam, terutama pada abad pertengahan di masa pemerintahan khalifah al-Ma`mun (813-833) yang mengundangnya untuk mengajar di Baitul Hikmah. Al-Kindi hidup di masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah, mulai dari khalifah al-Amin (809-813), al-Ma`mun (813-833), al-Mu’tashim (833-842), al-Watsiq (842-847), dan al-Mutawakkil (847-861).
Al-Kindi hidup dalam atmosfer intelektualisme yang dinamis saat itu, khususnya di Baghdad dan Kufah, yang berkembang beragam disiplin ilmu pengetahuan : filsafat, geometri, astronomi, kedokteran, matematika, dan sebagainya. Al-Kindi tidak hanya dikenal sebagai penerjemah, tetapi juga menguasai beragam disiplin ilmu lainnya, seperti kedokteran, matematika, dan astronomi.
Al-Kindi berhasil mengubah sekaligus mengembangkan beberapa istilah yang menarik perhatian para filosof sesudahnya, seperti : kata al-jirm menjadi al-jism; kata at-tawahhum (imaginasi) menjadi at-takhayyul; kata at-thīnah menjadi al-maddah; dsb.
Ketika khalifah al-Mutawakkil memerintah, mazhab resmi negara (yang sebelumnya menganut mazhab/aliran Mu’tazilah) diganti menjadi Asy’ariyah. Dua orang putra Ibnu Syakir, Muhammad dan Ahmad, mencoba menghasut al-Mutawakkil dengan mengatakan bahwa orang yang mempelajari filsafat cenderung kurang hormat pada agama. Al-Mutawakkil kemudian memerintahkan agar al-Kindi didera dan perpustakaannya yang bernama Kindiyyah disita (meski kemudian dikembalikan). Al-Kindi meninggal pada 866 M/252H.
Ringkasan Pemikiran Filsafat.
Menurut al-Kindi, agama dan filsafat tidak mungkin bertentangan. Agama di samping sebagai wahyu juga menggunakan akal, dan filsafat juga menggunakan akal. [dari penulis] Di dalam al-Qur`an disebutkan, “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi serta pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda [ayat] bagi kaum yang berakal; yaitu mereka yang ber-dzikir dalam keadaan berdiri dan duduk dan mereka yang ber-tafakkur dalam penciptaan langit dan bumi…” (Q.S. ). Yang benar pertama (al-Haqq al-Awwal) adalah Tuhan. Dalam hal ini, filsafat juga membahas soal Tuhan dan agama. Dan filsafat paling tinggi adalah filsafat tentang Tuhan (seperti filsafat skolastik). Bagi al-Kindi, orang yang menolak filsafat bisa dianggap kafir, karena dia telah jauh dari kebenaran, meskipun dirinya menganggap paling benar.
Jika terjadi pertentangan antara nalar logika dengan dalil-dalil agama dalam al-Qur`an, mestinya ditempuh dengan jalan ta`wil (interpretasi, kontekstualisasi, atau rasionalisasi atas teks-teks keagamaan). Hal ini karena dalam bahasa (termasuk bahaa Arab), terdapat dua makna : makna hakiki (hakikat, esensi) dan makna majazi (figuratif, metafora).
Namun demikian, menurut al-Kindi, memang terdapat perbedaan dari segi sumber data (informasi) antara agama dan filsafat. Agama diperoleh melalui wahyu tanpa proses belajar. Sedang filsafat diperoleh melalui proses belajar (berpikir dan berkontemplasi). Sedang dari segi pendekatan dan metode, agama dilakukan dengan pendekatan keimanan, sedang filsafat dilakukan dengan pendekatan logika.
Al-Kindi juga menyinggung soal jiwa manusia. Menurutnya, jiwa tidak tersusun, substansinya adalah ruh yang berasal dari substansi Tuhan. Dalam hal jiwa, al-Kindi lebih dekat dengan pandangan Plato yang mengatakan bahwa hubungan antara jiwa dan badan bercorak accidental (al-‘aradh). Al-Kindi berbeda dari Aristoteles yang berpendapat bahwa jiwa adalah form dari badan.
Menurut al-Kindi, jiwa memiliki 3 daya :
1) jiwa bernafsu (al-quwwah asy-syahwaniyyah);
2) jiwa memarah (al-quwwah al-ghadhabiyyah); dan
3) jiwa berakal (al-quwwah al-‘aqilah).
Selama ruh (jiwa) berada di badan, ia tidak akan menemukan kebahagiaan hakiki dan pengetahuan sempurna. Setelah bepisah dari badan dan dalam keadaan suci, ruh akan langsung pergi ke “alam kebenaran” atau “alam akal” di atas bintang-bintang, berada dilingkungan cahaya Tuhan dan dapat melihat-Nya. Di sinilah letak kesenangan hakiki ruh. Namun jika ruh itu kotor, ia akan pergi terlebih dahulu ke bulan, lalu ke Merkuri, Mars, dan seterusnya hingga Pluto; kemudian terakhir akan menetap ke dalam “alam akal” di lingkungan cahaya Tuhan. Di sanalah jiwa akan kekal abadi di bawah cahaya Tuhan. Bagi yang berbuat durhaka dan kejahatan di dunia, jiwa (ruh) manusia akan jauh dari cahaya Tuhan sehingga dia akan sengsara. Bagi manusia yang berbuat kebajikan, jiwa (ruh) yang dikandungnya dahulu ketika di bumi, akan dekat dengan cahaya Tuhan dan akan hidup bahagia di sisi-Nya.
Demikian sekilas tentang al-Kindi, filosof muslim pertama yang telah berjasa memberi tansformasi intelektual bagi umat Islam dan peradaban manusia. Semoga ringkasan ini bisa memberi ‘warna lain’ bagi pencerahan intelektual dan kedewasaan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku.
Sumber : http://en.wikipedia.org/