Rabu, 20 Juni 2012

Biografi KH. Hasyim Muzadi

Seorang tokoh Muslim dan dikenal sebagai tokoh moderat dan toleran, tanpa pernah harus meninggalkan prinsip-prinsip agama. Baginya, sikap moderat dan toleran tidak boleh mengorbankan aqidah.

Nama Lengkap : KH. DR. Ahmad Hasyim Muzadi
Lahir di : Bangilan, Tuban, Jatim
Tanggal : 8 Agustus 1944
Ayah : H. Muzadi
Ibu : Hj. Rumyati
Istri : Hj. Mutammimah

Pendidikan:

  • Madrasah lbtidaiyah Tuban-Jawa Timur, Tahun 1950-1953
  • SD Tuban-Jawa Timur, Tahun 1954-1955
  • SMPN I Tuban-Jawa Timur, Tahun 1955-1956
  • KMI Gontor, Ponorogo-Jawa Timur, Tahun 1956-1962
  • PP Senori, Tuban-Jawa Timur, Tahun 1963
  • PP Lasem-Jawa Tengah, Tahun 1963
  • IAIN Malang-Jawa Timur, Tahun 1964-1969
  • Bahasa, Tahun 1972-1982

Kemampuan Bahasa: Indonesia, Arab, Inggris.

Pengalaman Karir:

  • Membuka Pesantren Al-Hikam di Jalan Cengger Ayam, Kodya Malang.
  • Anggota DPRD Kotamadya Malang dari PPP.
  • Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Malang.
  • Anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur 1986-1987.
  • Anggota DPRD Tingkat II Malang-Jawa Timur.

Karier Pengalaman Organisasi:

  1. PII ( Pelajar Islam Indonesia ), Tahun 1960 – 1964
  2. Ketua Ranting NU Bululawang-Malang
  3. Ketua Anak Cabang GP Ansor Bululawang-Malang, Tahun 1965.
  4. Ketua Cabang PMII Malang, Tahun 1966.
  5. Ketua KAMI Malang, Tahun 1966.
  6. Ketua Cabang GP Ansor Malang, Tahun 1967-1971.
  7. Wakil Ketua PCNU Malang, Tahun 1971-1973.
  8. Ketua DPC PPP Malang, Tahun 1973-1977.
  9. Ketua PCNU Malang, Tahun 1973-1977.
  10. Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, Tahun 1983-1987.
  11. Ketua PP GP Ansor, Tahun 1985-1987.
  12. Sekretaris PWNU Jawa Timur, Tahun 1987-1988.
  13. Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, Tahun 1988-1992.
  14. Ketua PWNU Jawa Timur, Tahun 1992-1999.
  15. Ketua Umum PBNU, Tahun 1999-2004.
  16. Ketua Umum PBNU, Tahun 2004-2010.
  17. Anggota DPRD Tingkat II Malang-Jawa Timur.
  18. Anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur, Tahun 1986-1987.

Kehidupan:

Kiai Hasyim, begitu ia akrab disapa, menempuh jalur pendidikan dasarnya di Madrasah Ibtidaiyah di Tuban pada tahun 1950, dan menuntaskan pendidikannya tingginya di Institut Agama Islam Negeri IAIN Malang, Jawa Timur pada tahun 1969. Pria yang lahir di Tuban pada tahun 1944 ini, nampaknya memang terlahir untuk mengabdi di Jawa Timur. Sederet aktivitas organisasinya ia lakoni juga di daerah basis NU terbesar ini.
Organisasi kepemudaan semacam Gerakan Pemuda Ansor (GP-Ansor) dan organisasi kemahasiwaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pernah ia pimpin. Hal inilah yang menjadi struktural menjadi modal kuat Hasyim untuk terus berkiprah di NU.

Kiprah organisasinya mulai dikenal ketika pada tahun 1992 ia terpilih menjadi Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur yang terbukti mampu menjadi batu loncatan bagi Hasyim untuk menjadi Ketua PBNU pada tahun 1999.

Banyak yang mafhum, sebagai organisasi keagamaan yang memiliki massa besar, NU selalu menjadi daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis dukungan. Hasyim pun tak mengelak dari kenyataan tersebut. Tercatat, suami dari Hj. Muthomimah ini pernah menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Namun, jabatan sebagai Ketua Umum PBNU lah yang membuat Hasyim mendadak menjadi pembicaraan publik dan laris diundang ke berbagai wilayah. Bisa dikatakan, wilayah aktivitas alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo ini tidak hanya meliputi Jawa Timur, namun telah menasional. Basis struktural yang kuat itu, masih pula ditopang oleh modal kultural yang sangat besar, karena ia memiliki pesantren Al-Hikam, Malang, yang menampung ribuan santri.

Hasyim dikenal sebagai sosok kiai yang memosisikan dirinya sebagai seorang pemimpin Indonesia. Selain sebagai ulama, sosok Hasyim dikenal “nasionalis dan pluralis”. Itu sebabnya, ketika terjadi peristiwa Black September, yakni tragedi runtuhnya gedung WTC di Amerika Serikat, yang menempatkan umat Islam sebagai pelaku teroris, kiai yang dikaruniai enam orang putra ini, tampil dengan memberikan penjelasan kepada dunia internasional bahwa umat Islam Indonesia adalah umat Islam yang moderat, kultural, dan tidak memiliki jaringan dengan organisasi kekerasan internasional. Ia adalah sekian dari tokoh umat di Indonesia yang dijadikan referensi oleh dunia barat dalam menjelaskan karakteristik umat Islam di Indonesia.

Integritas Hasyim yang lintas sektoral kini diuji. Ijtihad politik pria berusia 60 tahun ini yang menerima lamaran PDI Perjuangan untuk menjadi cawapres, merupakan bagian dari sosok dirinya yang moderat.“Saya ingin menyatukan antara kaum nasionalis dan agama”,” ujarnya ketika berorasi dalam deklarasi pasangan capres dan cawapres Megawati-Hasyim Muzadi.

Walaupun memang, tak sedikit yang mencibir dan menyayangkan langkah Hasyim yang terjun ke politik praktis, termasuk dengan pewaris darah biru kaum nahdliyin, Gus Dur. Bahkan, langkah politik pria yang selalu berpeci ini telah menguak perseteruan dirinya dengan Gus Dur yang telah terpendam lama. Namun di atas segalanya, hanya Hasyim yang tahu persis, makna di balik langkah politik menuju kursi kekuasaan yang kini tengah dirintisnya.

Karya Tulis:

  1. Membangun NU Pasca Gus Dur, Grasindo, Jakarta, 1999.
  2. NU di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, Logo, Jakarta, 1999.
  3. Menyembuhkan Luka NU, Jakarta, Logos, 2002.
Sumber:  Wikipedia Indonesia; GP Ansor dan beberapa Sumber
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Yang belum punya ID gunakan " Anonymous " untuk memberi komentar.

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda