Nama Lengkap : KH. DR. Ahmad Hasyim Muzadi
Lahir di : Bangilan, Tuban, Jatim
Tanggal : 8 Agustus 1944
Ayah : H. Muzadi
Ibu : Hj. Rumyati
Istri : Hj. Mutammimah
Pendidikan:
- Madrasah lbtidaiyah Tuban-Jawa Timur, Tahun 1950-1953
- SD Tuban-Jawa Timur, Tahun 1954-1955
- SMPN I Tuban-Jawa Timur, Tahun 1955-1956
- KMI Gontor, Ponorogo-Jawa Timur, Tahun 1956-1962
- PP Senori, Tuban-Jawa Timur, Tahun 1963
- PP Lasem-Jawa Tengah, Tahun 1963
- IAIN Malang-Jawa Timur, Tahun 1964-1969
- Bahasa, Tahun 1972-1982
Kemampuan Bahasa: Indonesia, Arab, Inggris.
Pengalaman Karir:
- Membuka Pesantren Al-Hikam di Jalan Cengger Ayam, Kodya Malang.
- Anggota DPRD Kotamadya Malang dari PPP.
- Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), Malang.
- Anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur 1986-1987.
- Anggota DPRD Tingkat II Malang-Jawa Timur.
Karier Pengalaman Organisasi:
- PII ( Pelajar Islam Indonesia ), Tahun 1960 – 1964
- Ketua Ranting NU Bululawang-Malang
- Ketua Anak Cabang GP Ansor Bululawang-Malang, Tahun 1965.
- Ketua Cabang PMII Malang, Tahun 1966.
- Ketua KAMI Malang, Tahun 1966.
- Ketua Cabang GP Ansor Malang, Tahun 1967-1971.
- Wakil Ketua PCNU Malang, Tahun 1971-1973.
- Ketua DPC PPP Malang, Tahun 1973-1977.
- Ketua PCNU Malang, Tahun 1973-1977.
- Ketua PW GP Ansor Jawa Timur, Tahun 1983-1987.
- Ketua PP GP Ansor, Tahun 1985-1987.
- Sekretaris PWNU Jawa Timur, Tahun 1987-1988.
- Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, Tahun 1988-1992.
- Ketua PWNU Jawa Timur, Tahun 1992-1999.
- Ketua Umum PBNU, Tahun 1999-2004.
- Ketua Umum PBNU, Tahun 2004-2010.
- Anggota DPRD Tingkat II Malang-Jawa Timur.
- Anggota DPRD Tingkat I Jawa Timur, Tahun 1986-1987.
Kehidupan:
Kiai Hasyim,
begitu ia akrab disapa, menempuh jalur pendidikan dasarnya di Madrasah
Ibtidaiyah di Tuban pada tahun 1950, dan menuntaskan pendidikannya
tingginya di Institut Agama Islam Negeri IAIN Malang, Jawa Timur pada
tahun 1969. Pria yang lahir di Tuban pada tahun 1944 ini, nampaknya
memang terlahir untuk mengabdi di Jawa Timur. Sederet aktivitas
organisasinya ia lakoni juga di daerah basis NU terbesar ini.
Organisasi kepemudaan semacam Gerakan Pemuda Ansor (GP-Ansor) dan organisasi kemahasiwaan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) pernah ia pimpin. Hal inilah yang menjadi struktural menjadi modal kuat Hasyim untuk terus berkiprah di NU.
Kiprah
organisasinya mulai dikenal ketika pada tahun 1992 ia terpilih menjadi
Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Timur yang terbukti mampu menjadi
batu loncatan bagi Hasyim untuk menjadi Ketua PBNU pada tahun 1999.
Banyak yang
mafhum, sebagai organisasi keagamaan yang memiliki massa besar, NU
selalu menjadi daya tarik bagi partai politik untuk dijadikan basis
dukungan. Hasyim pun tak mengelak dari kenyataan tersebut. Tercatat,
suami dari Hj. Muthomimah ini pernah menjadi anggota DPRD Tingkat I Jawa
Timur pada tahun 1986, yang ketika itu masih bernaung di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Namun,
jabatan sebagai Ketua Umum PBNU lah yang membuat Hasyim mendadak menjadi
pembicaraan publik dan laris diundang ke berbagai wilayah. Bisa
dikatakan, wilayah aktivitas alumni Pondok Pesantren Gontor Ponorogo ini
tidak hanya meliputi Jawa Timur, namun telah menasional. Basis
struktural yang kuat itu, masih pula ditopang oleh modal kultural yang
sangat besar, karena ia memiliki pesantren Al-Hikam, Malang, yang
menampung ribuan santri.
Hasyim
dikenal sebagai sosok kiai yang memosisikan dirinya sebagai seorang
pemimpin Indonesia. Selain sebagai ulama, sosok Hasyim dikenal “nasionalis dan pluralis”.
Itu sebabnya, ketika terjadi peristiwa Black September, yakni tragedi
runtuhnya gedung WTC di Amerika Serikat, yang menempatkan umat Islam
sebagai pelaku teroris, kiai yang dikaruniai enam orang putra ini,
tampil dengan memberikan penjelasan kepada dunia internasional bahwa
umat Islam Indonesia adalah umat Islam yang moderat, kultural, dan tidak
memiliki jaringan dengan organisasi kekerasan internasional. Ia adalah
sekian dari tokoh umat di Indonesia yang dijadikan referensi oleh dunia
barat dalam menjelaskan karakteristik umat Islam di Indonesia.
Integritas
Hasyim yang lintas sektoral kini diuji. Ijtihad politik pria berusia 60
tahun ini yang menerima lamaran PDI Perjuangan untuk menjadi cawapres,
merupakan bagian dari sosok dirinya yang moderat.“Saya ingin menyatukan antara kaum nasionalis dan agama”,” ujarnya ketika berorasi dalam deklarasi pasangan capres dan cawapres Megawati-Hasyim Muzadi.
Walaupun
memang, tak sedikit yang mencibir dan menyayangkan langkah Hasyim yang
terjun ke politik praktis, termasuk dengan pewaris darah biru kaum
nahdliyin, Gus Dur. Bahkan, langkah politik pria yang selalu berpeci ini
telah menguak perseteruan dirinya dengan Gus Dur yang telah terpendam
lama. Namun di atas segalanya, hanya Hasyim yang tahu persis, makna di
balik langkah politik menuju kursi kekuasaan yang kini tengah
dirintisnya.
Karya Tulis:
- Membangun NU Pasca Gus Dur, Grasindo, Jakarta, 1999.
- NU di Tengah Agenda Persoalan Bangsa, Logo, Jakarta, 1999.
- Menyembuhkan Luka NU, Jakarta, Logos, 2002.
Sumber: Wikipedia Indonesia; GP Ansor dan beberapa Sumber