Banyak diantara kita yang kepaten obor (Pareumeun obor),
kehilangan sejarah, terutama generasi-generasi muda. Hal itupun tidak
bisa disalahkan, sebab orang tua-orang tua kita, -sebagian jarang
memberi tahu apa dan bagaimana sebenarnya Nahdlitul Ulama itu.
Karena pengertian-pengertian mulai dari
sejarah bagaimana berdirinya NU, bagaimana perjuangan-perjuangan yang
telah dilakukan NU, bagaimana asal usul atau awal mulanya Mbah Kiai
Hasyim Asy’ari mendirikan NU dan mengapa Ahlus sunah wal jamaah harus
diberi wadah di Indonesia ini.
Dibentuknya NU sebagai wadah Ahlu Sunah
bukan semata-mata KH Hasyim Asy’ari ingin ber-inovasi, tapi memang
kondisi pada waktu itu sudah sampai pada kondisi dloruri, wajib
mendirikan sebuah wadah. Kesimpulan bahwa membentuk sebuah wadah Ahlus
Sunah di Indonesia menjadi satu keharusan, merupakan buah dari
pengalaman ulama-ulama Ahlu Sunah, terutama pada rentang waktu pada
tahun 1200 H sampai 1350 H.
Pada kurun itu ulama Indonesia sangat
mewarnai, dan perannya dalam menyemarakan kegiatan ilmiyah di Masjidil
Haram tidak kecil. Misal diantaranya ada seorang ulama yang sangat
terkenal, tidak satupun muridnya yang tidak menjadi ulama terkenal,
ulama-ulama yang sangat tabahur fi ilmi Syari’ah, fi thoriqoh wa fi ilmi
tasawuf, ilmunya sangat melaut luas dalam syari’ah, thoriqoh dan ilmu
tasawuf. Dintaranya dari Sambas, Ahmad bin Abdu Somad Sambas.
Murid-murid beliau banyak yang menjadi ulama-ulama besar seperti Kyai
Tholhah Gunung jati Cirebon.
Kiai Tholhah ini adalah kakek dari Kiai
Syarif Wonopringgo, Pekalongan. Muridnya yang lain, Kiai Syarifudin bin
Kiai Zaenal Abidin Bin Kiai Muhammad Tholhah. Beliau diberi umur
panjang, usianya seratus tahun lebih. Adik seperguruan beliau
diantaranya Kiai Ahmad Kholil Bangkalan. Kiai kholil lahir pada tahun
1227 H. Dan diantaranya murid-murid Syeh Ahmad sambas yaitu Syekh Abdul
Qodir Al Bantan, yang menurunkan anak murid, yaitu Syekh Abdul Aziz
Cibeber Kiai Asnawi Banten. Ulama lain yang sangat terkenal sebagai
ulama ternama di Masjidil Harom adalah Kiai Nawawi al Bantani.
Beliau lahir pada tahun 1230 H dan
meninggal pada tahun 1310 H, bertepatan dengan meninggalnya mufti besar
Sayid Ahmad Zaini Dahlan. Ulama Indonesia yang lainnya yang berkiprah
di Masjidil Harom adalah Sayid Ahmad an Nahrowi Al Banyumasi, beliau
diberi umur panjang, beliau meninggal pada usia 125. Tidak satupun
pengarang kitab di Haromain; Mekah-Madinah, terutama ulama-ulama yang
berasal dari Indonesia yang berani mencetak kitabnya sebelum ada
pengesahan dari Sayidi Ahmad an Nahrowi Al Banyumasi.
Syekh Abdul Qadir Al Bantani murid lain
Syekh Ahmad bin Abdu Somad Sambas, yang mempunyai murid Kiai Abdul Latif
Cibeber dan Kiai Asnawi Banten. Adapun ulama-alama yang lain yang
ilmunya luar biasa adalah Sayidi Syekh Ubaidillah Surabaya, beliau
melahirkan ulama yang luar biasa yaitu Kiai Ubaidah Giren Tegal,
terkenal sebagai Imam Asy’ari-nya Indonesia.
Dan melahirkan seorang ulama, auliya
besar, Sayidi Syekh Muhammad Ilyas Sukaraja. Guru dari guru saya Sayidi
Syekh Muhamad Abdul Malik. Yang mengajak Syekh Muhammad Ilyas muqim di
Haromain yang mengajak adalah Kiai Ubaidah tersebut, di Jabal Abil
Gubai, di Syekh Sulaiman Zuhdi. Diantaranya murid muridnya lagi di Mekah
Sayidi Syekh Abdullah Tegal. Lalu Sayidi Syekh Abdullah Wahab Rohan
Medan, Sayid Syekh Abdullah Batangpau, Sayyidi syekh Muhmmad Ilyas
Sukaraja, Sayyidi Syekh Abdul Aziz bin Abdu Somad al Bimawi, dan Sayidi
Syekh Abdullah dan Sayidi Syekh Abdul Manan, tokoh pendiri Termas
sebelum Kiai Mahfudz dan sebelum Kiai Dimyati.
Dijaman Sayidi Syekh Ahmad Khatib Sambas
ataupun Sayidi Syekh Sulaiman Zuhdi, murid yang terakhir adalah Sayidi
Syekh Ahmad Abdul Hadi Giri Kusumo daerah Mranggen. Inilah ulama-ulama
indonesia diantara tahun 1200 H sampai tahun 1350. Termasuk Syekh
Baqir Zaenal Abidin jogja, Kyai Idris Jamsaren, dan banyak tokoh-tokoh
pada waktu itu yang di Haromain. Seharusnya kita bangga dari warga
keturunan banagsa kita cukup mewarnai di Haromain, beliau-beliau
memegang peranan yang luar biasa. Salah satunya guru saya sendiri
Sayyidi Syekh Abdul Malik yang pernah tinggal di Haromain dan mengajar
di Masjidil Haram khusus ilmu tafsir dan hadits selama 35 tahun.
Beliau adalah muridnya Syekh Mahfudz Al
Turmidzi. Mengapa saya ceritakan yang demikian, kita harus mengenal
ulama-ulama kita dahulu yang menjadi mata rantai berdirinya NU, kalau
dalam hadits itu betul-betul tahu sanadnya, bukan hanya katanya-katanya
saja, jadi kita harus tahu darimana saja ajaran Ahli Sunah Wal Jamaah
yang diambil oleh Syekh Hasyim Asy’ari.
Bukan sembarang orang tapi yang
benar-benar orang-orang tabahur ilmunya, dan mempunyai maqomah,
kedudukan yang luar biasa. Namun sayang peran penting ulama-ulama Ahlu
Sunah di Haromain pada masa itu (pada saat Syarif Husen berkuasa di
Hijaz), khsusunya ulama yang dari Indonesia tidak mempunyai wadah.
Kemudian hal itu di pikirkan oleh kiai Hasyim Asy’ari disamping
mempunyai latar belakang dan alasan lain yang sangat kuat sekali.
Menjelang berdirinya NU beberapa ulama
besar kumpul di Masjidil Harom, -ini sudah tidak tertulis dan harus
dicari lagi nara sumber-sumbernya, beliau-beliau menyimpulkan sudah
sangat mendesak berdirinya wadah bagi tumbuh kembang dan terjaganya
ajaran Ahlu Sunah Wal Jamaah. Akhirnya di istiharohi oleh para
ulama-ulama Haromain, lalu mengutus Kiai Hasyim Asy’ari untuk pulang ke
Indonesia agar menemui dua orang di Indonesia, kalau dua orang ini
mengiakan jalan terus kalau tidak, jangan diteruskan. Dua orang
tersebut yang pertama Habib Hasyim bin Umar Bin Toha Bin Yahya
Pekalongan, yang satunya lagi Mbah kholil Bangkalan.
Oleh sebab itu tidak heran jika
Mukatamar NU yang ke 5 dilaksanakan di Pekalongan tahun 1930 M. Untuk
menghormati Habib Hasyim yang wafat pada itu. Itu suatu penghormatan
yang luar biasa. Tidak heran kalau di Pekalongan sampai dua kali menjadi
tuan rumah Muktamar Thoriqoh. Tidak heran karena sudah dari sananya,
kok tahu ini semua sumbernya dari mana? Dari seorang yang soleh, Kiai
Irfan. Suatu ketika saya duduk-duduk dengan Kiai Irfan, Kiai Abdul Fatah
dan Kiai Abdul Hadi. Kiai Irfan bertanya pada saya “kamu ini siapanya
Habib Hasyim?”. Yang menjawab pertanyaan itu Kiai Abdul Fatah dan Kiai
Abdul Hadi; “ini cucunya Habib Hasyim Yai”.
Akhirnya saya di beri wasiat, katanya;
‘mumpung saya masih hidup tolong catat sejarah ini. Mbah Kiai Hasyim
Asy’ari datang ketempatnya Mbah Kiai Yasin, Kiai Sanusi ikut serta pada
waktu itu. Disitu diiringi oleh Kiai Asnawi Kudus, terus diantar
datang ke Pekalongan, lalu bersama Kiai Irfan datang ke kediamannya
Habib Hasyim. Begitu KH. Hasyim Asy’ari duduk, Habib Hasyim langsung
berkata, ‘Kyai Hasyim Asy’ari, silahkan laksanakan niatmu kalau mau
membentuk wadah Ahlu Sunah Wal Jamaah. Saya rela tapi tolong saya
jangan ditulis’.
Itu wasiat Habib Hasyim, terus Kyai
Hasyim Asy’ari merasa lega dan puas. Kemudin Kiai Hasyim Asy’ari menuju
ke tempatnya Mbah Kiai Kholil Bangkalan, kemudian Mbah Kyai kholi
bilang sama Kyai Hasyim Asyari laksanakan apa niatmu saya ridlo seperti
ridlonya Habib Hasyim tapi saya juga minta tolong, nama saya jangan
ditulis.’ Kata Kiai Hasyim Asy’ari ini bagaimana kyai, kok tidak mau
ditulis semua. Terus mbah Kiai Kholil menjawab kalau mau tulis silahkan
tapi sedikit saja. Itu tawadluknya Mbah Kyai Ahmad Kholil Bangkalan.
Dan ternyata sejarah tersebut juga dicatat oleh Gus Dur.
Inilah sedikit perjalanan Nahdlotul
Ulama. Inilah perjuangan pendiri Nahdlotul ulama. Para pendirinya
merupakan tokoh-tokoh ulama yang luar biasa. Makanya hal-hal yang
demikian itu tolong ditulis, biar anak-anak kita itu tidak terpengaruh
oleh yang tidak-tidak, sebab mereka tidak mengetahui sejarah. Anak-anak
kita saat ini banyak yang tidak tahu, apa sih NU itu? Apa sih Ahlu
Sunah itu? La ini permasalahan kita. Upaya pengenalan itu yang paling
mudah dilakukan dengan memasang foto-foto para pendiri NU, khususnya
foto Hadrotu Syekh Kiai Hasyim Asy’ari.
(Disampaikan pada Harlah NU di
Kota Pekalongan. Hly.net/ Nzr/Tsi/update-inkanzus)
http://www.habibluthfiyahya.net